Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen amonia, PT Surya Esa Perkasa Tbk., melihat peluang pemulihan kinerja pada tahun ini seiring dengan tren membaiknya harga amonia dan prospek permintaan dunia.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Surya Esa Perkasa Vinod Laroya mengatakan bahwa harga amonia mengalami penurunan signifikan pada 2020 sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Namun, sejak Januari 2021 harga amonia relatif kembali menguat secara tajam didorong oleh masalah hambatan pasokan dan memasuki masa awal pemulihan permintaan.
“Ke depan, ESSA akan terus meningkatkan kinerjanya seiring dengan pemulihan harga dan permintaan di pasar global. Dengan rekam jejak produksi yang kuat, budaya karyawan dan tim manajemen yang telah mampu melalui 2020 yang sulit, kami siap untuk terus menciptakan pertumbuhan di masa mendatang,” ujar Vinod seperti dikutip dari keterangan resminya, Senin (22/3/2021).
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, emiten berkode saham ESSA itu mencetak pendapatan sebesar US$175,51 juta pada 2020. Perolehan itu turun 20,97 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar US$221,91 juta.
ESSA mencetak rugi bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$19,12 juta, berbanding terbalik dengan 2019 perseroan berhasil mencetak laba US$2,63 juta.
Dari sisi operasional, ESSA mencatatkan produksi LPG sebesar 61.448 ton, turun 17,9 persen daripada posisi 2019 sebesar 74.871 ton dan volume produksi kondensat turun 15,1 persen yoy menjadi 139.961 ton pada 2020.
Sementara itu, produksi amonia turun 13,9 persen menjadi sebesar 659.734 ton.
Amonia Biru
Vinod yakin pertumbuhan permintaan amonia semakin pesat ke depannya, karena perkiraan permintaan amonia saat ini belum mempertimbangkan perannya sebagai bahan bakar masa depan.
Hal itu mengingat kandungan hidrogen dari amonia cukup tinggi, memiliki no emisi CO2 pada saat pembakaran, dan pengiriman logistik yang dapat diandalkan.
Permintaan amonia hingga saat ini baru mempertimbangkan manfaatnya sebagai bahan baku pembuatan pupuk, plastik, dan bahan kimia.
Baca Juga : Produksi Blue Ammonia, Emiten TP Rachmat & Boy Thohir (ESSA) Gandeng ITB & Perusahaan Jepang |
---|
Oleh karena itu, ESSA melihat potensi kenaikan yang signifikan untuk mengembangkan amonia biru pada fasilitas produksi amonia perseroan sebagai alternatif energi rendah-karbon untuk masa depan.
Untuk diketahui, Anak usaha ESSA, PT Panca Amara Utama yang terletak di Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah merupakan pabrik Amonia pertama di dunia yang menggunakan teknologi terbaru dan paling efisien pemakaian bahan bakarnya bernama KBR Reforming Exchanger System (KRES) dan Purifier Technology.
Perseroan berupaya memanfaatkan basis operasionalnya yang kokoh untuk membangun generasi produk berikutnya, khususnya Amonia Biru.
Adapun, pada 18 Maret 2021 ESSA melalui Panca Amara Utama telah menandatangani MoU tentang Pengumpulan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture, Utilization & Storage /CCUS) bersama dengan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation, Mitsubishi Corporation, dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Penandatanganan itu untuk mengembangkan produksi Amonia rendah karbon atau dikenal sebagai Amonia Biru di Indonesia.
Menurutnya, kerja sama ini merupakan bentuk invetasi dalam mengembangkan masa depan usaha yang berkelanjutan, termasuk dalam pemilihan mitra yang memiliki rekam jejak yang baik dan berkomitmen tinggi terhadap lingkungan.
“Hal ini menegaskan komitmen kami dalam menciptakan masa depan berkelanjutan sambil memperluas jangkauan pasar Amonia saat ini,” papar Vinod.