Bisnis.com, JAKARTA — Lolosnya rancangan paket stimulus jumbo Amerika Serikat (AS) dinilai akan memberikan dampak yang bervariatif bagi pasar keuangan dalam jangka pendek dan jangka menengah-panjang.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede menuturkan, dalam jangka pendek efek stimulus AS yang besar tersebut diperkirakan akan membuat likuiditas dolar AS membanjiri pasar keuangan global.
“Termasuk pasar keuangan negara berkembang sehingga akan mendorong potensi pelemahan dolar AS dalam jangka pendek,” katanya kepada Bisnis, Minggu (7/3/2021)
Alhasil, Josua menilai potensi koreksi di pasar obligasi cenderung berkurang, mempertimbangkan likuiditas dolar AS yang cukup besar akan membanjiri pasar keuangan global sedemikian rupa sehingga mendukung membaiknya sentimen risiko.
Namun, sentimen positif tersebut berpotensi memudar apabila ekspektasi peningkatan inflasi AS masih mendominasi sehingga membatasi apresiasi di pasar obligasi global.
Dia menuturkan, adanya stimulus ditambah program vaksinasi di AS yang progresif akan mendorong ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang relatif lebih cepat dari perkiraan awal sehingga akan mendorong ekspektasi peningkatan inflasi Negeri Paman Sam itu.
Baca Juga
Hal tersebut mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang berpotensi mendorong sell-off US Treasury.
Tren dari kenaikan yield obligasi pemerintah AS sejak bulan Februari yang lalu hingga penutupan perdagangan Jumat kemarin juga dipengaruhi oleh ekspektasi peningkatan inflasi AS dalam jangka pendek.
“Ini yang mendorong keluarnya dana asing dari pasar obligasi negara berkembang,” imbuh Josua.
Oleh sebab itu, untuk memitigasi keluarnya dana asing, Josua menilai sangat penting untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional agar investor asing akan lebih percaya diri dengan pemulihan ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang.
“Ini selanjutnya akan mendorong masih atraktifnya daya tarik aset keuangan Indonesia yang diharapkan akan mendorong terciptanya stabilitas perekonomian untuk tetap mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya,” papar Josua.
Meskipun demikian, dalam jangka menengah, ketika Fed sudah mulai memberi sinyal untuk memperketat kebijakan moneternya, sentimennya cenderung akan mendukung penguatan safe haven asset.
“Tapi apabila pemulihan ekonomi domestik cenderung lebih cepat atau mengimbangi dari pemulihan ekonomi AS, maka potensi efek tantrum dalam jangka menengah, seperti yang terjadi tahun 2013, dapat terbatas,” katanya lagi.