Bisnis.com, JAKARTA — Pengesahan paket stimulus jumbo Amerika Serikat dinilai akan mendorong potensi pemulihan ekonomi AS dan naiknya yield surat utang Amerika Serikat (US Treasury). Dengan demikian, kondisi itu bisa menekan pergerakan harga surat berharga negara (SBN) Indonesia untuk jangka pendek.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan lolosnya paket stimulus tersebut dari senat AS akan menggairahkan pasar obligasi Negeri Paman Sam tersebut.
Apalagi, selama dua pekan terakhir tren penguatan yield US Treasury terus berlangsung, bahkan hingga menyentuh 1,6 persen. Meski di akhir pekan pergerakannya kembali tertahan.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, yield US Teasury tenor 10 tahun saat ini berada di level 1,57 persen. Adapun yield SBN dengan tenor yang sama berada di level 6,69 persen.
“Kebijakan baru ini akan memancing pergerakan di pasar dan ada potensi gain di sana. Apalagi sudah setahun [yield US Treasury] nggak ada pergerakan jadi asing pasti fokus di sana dulu dan lebih berhati-hati masuk negara berkembang,” kata Ramdhan, Minggu (7/3/2021)
Kendati demikian, Ramdhan menilai hal tersebut tak perlu terlalu dikhawatirkan karena hanya akan bersifat sementara. Menurutnya, jika euforia akan stimulus tersebut sudah pudar, asing akan kembali melirik pasar negara berkembang.
Baca Juga
“US Treasury nggak akan jauh dari 1,5 persen. Jadi kita juga akan bisa turun lagi ke 6,6—6,7 persen bahkan lebih kalau udah stabil di AS. Potensi [yield SBN] menguat cukup besar,” imbuhnya.
Dia menyebut dengan yield di atas 6 persen, pasar obligasi Indonesia masih sangat menarik bagi asing, apalagi belum ada tanda-tanda The Fed akan menaikkan suku bunga acuan, sehingga spread yang ada masih sangat lebar.
Di sisi lain, Ramdhan menyebut saat ini pasar Indonesia masih dikuasai investor domestik. Bahkan, investor domestik pula yang menyokong pemulihan yield SBN sejak anjlok karena pandemi tahun lalu sehingga tak perlu terlalu mengkhawatirkan pergerakan asing.
“Dengan likuidnya domestik, ini membuat pasar dalam negeri masih lebih baik sehingga penguatan yield terus terjadi. Apalagi potensi makroekonomi kita masih bagus. Untuk investor domestik aman, untuk asing kita masih pemberi yield paling tinggi,” pungkasnya.
Terpisah, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menuturkan kesepakatan paket stimulus fiskal akan menjadi sentimen positif pasar keuangan, tetapi berpotensi mendorong naiknya yield US Tresury akibat potensi pemulihan ekonomi yang cepat.
Dia mengatakan kenaikan yield US Treasury juga membuat obligasi negara berkembang seperti Indonesia menjadi semakin rentan. Bahkan, jika yield US Treasury terus naik mendekati level 2 persen mungkin akan memicu arus keluar dana asing.
“Surat utang negara berkembang dianggap berisiko karena valuasi yang sudah berlebihan, prospek inflasi yang lebih cepat, dan sikap Federal Reserve yang tak menganggap kenaikan US Treasury sebagai hal yang patut dikhawatirkan,” paparnya.