Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontrak dari Pemerintah dan SWF Jadi Peluang Emiten Konstruksi Perbaiki Kinerja

Prospek kontrak baru dari pemerintah menjadi tambahan katalis positif bagi emiten konstruksi yang sebelumnya juga sudah mendapatkan angin segar dari rencana sovereign wealth fund (SWF).
Aktivitas konstruksi di proyek jalan tol Semarang-Demak, proyek jalan tol yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT PP (Persero) Tbk./Instagram @tol_semarang_demak
Aktivitas konstruksi di proyek jalan tol Semarang-Demak, proyek jalan tol yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT PP (Persero) Tbk./Instagram @tol_semarang_demak

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten sektor konstruksi kembali mendapatkan peluang untuk memacu kinerja keuangannya tahun ini seiring dengan prospek lelang kontrak baru dari pemerintah melalui proyek KPBU yang hampir mencapai Rp500 triliun.

Analis Panin Sekuritas Ishlah Bimo Prakoso mengatakan bahwa prospek kontrak baru dari pemerintah itu menjadi tambahan katalis positif bagi emiten konstruksi yang sebelumnya juga sudah mendapatkan angin segar dari rencana sovereign wealth fund (SWF).

“Ini [prospek kontrak KPBU] sangat positif untuk emiten konstruksi, karena dari sisi kontrak baru pasti akan sangat pulih dibandingkan dengan 2020 yang terkena dampak sekali dari pandemi,” ujar Bimo kepada Bisnis, Rabu (3/2/2021).

Dia menjelaskan, sebelum mendapatkan prospek kontrak itu, pada tahun ini kinerja emiten konstruksi sudah mendapatkan angin segar dari rencana SWF yang berjalan sesuai dengan jadwal seperti yang diekspektasikan pasar.

Apalagi, jika operasional SWF mulai berjalan pada April 2021 tetap sesuai ekspektasi, secara legal sudah dapat menarik investasi asing seperti dari Jepang, AS, Kanada, dan Timur Tengah.

Dengan demikian, realisasi rencana proyek-proyek bisa terlihat pada paruh kedua tahun ini, dan hal itu dapat menjadi peluang divestasi sejumlah proyek emiten konstruksi.

“Divestasi ini cukup penting dan berpengaruh secara konsolidasi karena akan mendorong beban bunga semakin ramping. Kalau dilihat, rata-rata net gearing ratio dari empat emiten BUMN Karya capai 1,4 kali. Jadi kalau bisa lebih turun lagi akan semakin baik untuk emiten kosntruksi,” papar Bimo.

Kendati demikian, Bimo menilai kinerja keuangan keseluruhan emiten konstruksi pada tahun ini masih belum akan kembali ke dekat posisi pencapaian 2019.

Burn rate dari emiten konstruksi tahun ini diproyeksi masih cukup rendah karena pandemi Covid-19 yang masih berlangsung akan memperlambat laju pengerjaan proyek.

Di sisi lain, likuiditas emiten konstruksi yang tahun ini cenderung ketat imbas buruknya kinerja 2020 diyakini tidak akan begitu menjadi ancaman bagi emiten konstruksi seiring dengan prospek kontrak baru dari pemerintah tahun ini.

Pasalnya, sejumlah emiten konstruksi, termasuk PT Waskita Karya Tbk. (WSKT) dan PT Adhi Karya Tbk. (ADHI), tengah menempuh berbagai upaya memperbaiki likuiditasnya, seperti restrukturisasi utang hingga menggelar rapat umum pemegang obligasi (RUPO).

Bahkan, kabar terbaru PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) telah melunasi komodo bondnya hingga Rp5,4 triliun dan neraca keuangannya tetap cenderung baik.

Bimo menilai, empat saham emiten BUMN Karya, WSKT, ADHI, PTPP,dan WIKA, masih menarik untuk dicermati oleh investor karena secara jangka panjang prospek sangat positif. Namun, untuk jangka pendek cukup berisiko seiring dengan ketidakpastian Covid-19 yang masih membayangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper