Bisnis.com, JAKARTA — Kendati membukukan rapor merah pada Januari 2021, kinerja reksa dana diprediksi akan rebound di Februari 2021.
Berdasarkan data Infovesta Utama, secara year to date hingga 29 Januari 2021, reksa dana saham mencetak kinerja paling rendah yakni -3,36 persen, diikuti reksa dana campuran -1,50 persen.
Raihan kinerja reksa dana tersebut sejalan dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berbalik amblas 1,95 persen dalam periode yang sama.
Sementara itu di kelas aset lainnya, kinerja reksa dana pendapatan tetap tercatat -0,72 persen, sedangkan reksa dana pasar uang menjadi satu-satunya jenis reksa dana yang positif yakni 0,31 persen.
Padahal, hingga akhir pekan kedua Januari reksa dana saham sempat mencetak kinerja yang gemilang. Tercatat, sejak awal tahun hingga 15 Januari 2021, imbal hasil reksa dana saham sempat menyentuh 5,30 persen, sejalan dengan kinerja IHSG 6,60 persen.
Direktur Panin Aset Manajemen Rudiyanto memperkirakan kinerja reksa dana mampu kembali bangkit pada Februari ini, baik untuk yang berbasis saham maupun obligasi.
Baca Juga
Untuk reksa dana berbasis saham, dia menilai koreksi saham-saham yang sempat naik besar-besaran sudah terjadi di akhir Januari sehingga mayoritas saham mulai kembali ke harga normal dan beberapa pun masih berpotensi rebound.
“Memang jelang akhir Januari itu sentimennya cenderung negatif, tapi lebih fatal disebabkan oleh margin call tadi karena banyak saham yang akhirnya tertekan karena terpaksa dijual,” jelas Rudiyanto, Senin (1/2/2021)
Sementara itu, untuk reksa dana berbasis obligasi, awal tahun ini harga obligasi tertekan karena pemerintah menerapkan strategi front loading alias menerbitkan surat utang secara massif di awal tahun.
Menurutnya, hal tersebut menyebabkan investor mencari celah untuk menawar di harga yang lebih murah. Di saat yang sama, yield obligasi AS juga tengah menguat. Namun, dia mempekirakan ini akan mulai reda ketika penerbitan obligasi mulai normal.
“Saya rasa koreksi hanya sementara, belakangan ini juga sudah mulai rebound lagi harga obligasi. Lagi pula investor nggak ada yang keluar, dari awal tahun asing, bank, reksa dana semua posisi beli, hanya saja di harga murah tadi,” kata dia.
Senada, Chief Investment Officer KISI Asset Management Susanto Chandra mengatakan, meski negatif tapi kinerja reksa dana di Januari masih tergolong normal mengingat peningkatan yang massif di kuartal IV/2020 lalu.
Dia melihat masih ada peluang reksa dana di Februari ini mencetak kinerja yang positif, mengingat secara sentimen dari global masih akan ada stimulus yang berpotensi membuat investor asing terus menambahkan posisinya di negara berkembang termasuk Indonesia.
“Apabila asing terus menambah porsi di pasar Indonesia, kami melihat product MSCI ETF menjadi salah satu product yang dapat dipertimbangkan investor dikarenakan konstituen dari ETF tersebut yang mayoritas terdiri dari saham-saham big caps,” tuturnya.
Investment Speacialist Mandiri Manajemen Sekuritas Willy Gunawan mengatakan untuk kuartal pertama tahun ini pada dasarnya pasar modal masih prospektif.
Dia menuturkan, kepemilikan dana asing atas kelas aset saham dan obligasi cukup rendah saat ini dan diperkirakan dapat kembali dimana Indonesia diprediksi memiliki pertumbuhan positif yang cukup baik dibanding negara berkembang lainnya.
“Dari sisi valuasi, discount rate dapat turun seiring dengan menurunnya suku bunga dan yield obligasi acuan sehingga nilai perusahaan dapat naik,” tulis Willy dalam publikasi yang dikutip Bisnis, Senin (1/2/2021).