Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas bursa masih mempelajari adanya indikasi forced sell yang mengakibatkan banyak saham terkena auto reject bawah pada beberapa sesi perdagangan terakhir.
Sebagai gambaran, pada perdagangan Senin (25/1/2021) saja sejumlah saham kompak mengalami ARB, mulai dari PT Indofarma Tbk. (INAF), PT Asuransi Jasa Tania Tbk. (ASJT), PT Bank Permata Tbk. (BNLI), dan PT Kedaung Indah Can Tbk. (KICI), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan sejumlah saham lainnya.
Di antara saham-saham tersebut, beberapa di antaranya bahkan telah berkali-kali terkena ARB, sebut saja INAF dan PTPP yang setidaknya telah tiga kali mengalami ARB selama periode perdagangan sepekan terakhir.
Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan pihaknya belum dapat memastikan apakah tren ARB berjamaah ini salah satunya disebabkan oleh aksi forced sell sebagai buntut penggunaan fasilitas margin.
“Masih kami pelajari soal ini ya,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (25/1/2021)
Terpisah, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) Suria Dharma memperkirakan fenomena ARB yang saat ini terjadi akibat dari kebijakan margin call karena investor ritel banyak memanfaatkan skema ini untuk pendanaan.
"Itu diperkirakan karena margin call, karena pada saat harga naik kemungkinan banyak investor yang memakai pendanaan dengan margin," katanya kepada Bisnis.
Margin call adalah likuidasi atau penutupan secara paksa atas trading yang sedang berlangsung dan dilakukan oleh broker karena margin di rekening nasabah atau investor tidak cukup untuk menutupi atau menahan posisi trading yang merugi.
Dengan demikian, ketika terjadi auto reject bawah (ARB) pada saham-saham tertentu, investor pemilik saham tersebut tidak bisa menjual sahamnya pada saat margin call terjadi. Hal ini menyebabkan mereka harus menjual saham-saham lainnya di portofolio mereka.
"Forced sell akhirnya dilakukan karena penurunan sudah melebihi ketentuan margin, sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki dana untuk top up," katanya.