Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat super tipis pada sesi pertama perdagangan hari ini, Kamis (21/1/2021). Saham emiten perkebunan, termasuk sawit mencetak kenaikan jauh lebih tinggi.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup menguat 0,28 poin ke posisi 6.420,04 di sesi pertama. Sebanyak 241 saham menguat, 224 saham melemah, dan 144 saham stagnan dibandingkan dengan posisi kemarin.
Sementara itu, indeks JAK Agri yang menghimpun saham emiten perkebunan ditutup menguat 1,52 persen ke posisi 1.483,287 pada sesi pertama hari ini. Penguatan itu antara lain ditopang kinerja sembilan anggota indeks.
Saham PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. memimpin penguatan saham emiten perkebunan. Saham berkode SSMS itu naik 6,7 persen ke level 1.115. Kemudian disusul saham PT Palma Serasih Tbk. yang juga menguat 4,95 persen level 106.
Emiten sawit milik konglomerat dari Grup Rajawali hingga Grup Salim juga panen cuan. Saham PT Eagle High Plantations Tbk. milik Grup Rajawali naik 4,44 persen ke level 141. Begitu juga dengan saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk, menguat 4,24 persen ke posisi 615.
Saham dua emiten Grup Salim juga tidak ketinggalan mencetak kenaikan. Saham PT London Sumatra Indonesia Plantations Tbk. naik 3,31 persen ke level 1.315. Transaksi saham LSIP sebesar Rp33 miliar terpantau menjadi yang terbesar dibandingkan dengan emiten sawit lainnya. Saham induk LSIP, PT Salim Ivomas Pratama Tbk. turut menguat dengan parkir di zona hijau. Saham SIMP naik 2,34 persen ke level 438.
Baca Juga
Sebelumnya, Analis Capital Futures Wahyu Laksono menuturkan prospek penguatan harga minyak kelapa sawit masih terbuka dalam beberapa waktu ke depan kendati sangat ini tengah berfluktuasi.
Faktor penopang peluang kenaikan harga CPO salah satunya adalah ancaman penurunan panen akibat fenomena perubahan iklim La Nina yang melanda kawasan tropis pasifik.
Wahyu menjelaskan, La Nina memicu curah hujan tinggi hingga 40 persen di atas curah hujan normal. Berkaca pada kejadian sebelumnya, La Nina selalu diiringi dengan bencana hidrometeorologis seperti banjir dan tanah longsor.
Wahyu melanjutkan, pergerakan harga CPO selama ini juga terkait siklus bisnis komoditas ini. Wahyu menjelaskan, anjloknya permintaan di awal tahun terkait virus corona akan menekan produsen atau perusahaan penghasil CPO.
"Meski rentan koreksi, sementara ini harga CPO masih dalam uptrend. Pergerakan harga dalam jangka pendek kemungkinan berada di 3.200 hingga 3.600 ringgit per ton," katanya.