Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat utang dari kelompok badan usaha milik negara (BUMN) diproyeksi kembali semarak tahun ini.
Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) per 30 November 2020, nilai penerbitan grup BUMN sepanjang tahun berjalan hanya mencapai sekitar Rp40 triliun. Realisasi ini turun lebih dari 50 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019 yakni Rp84,1 triliun.
Adapun, jika dibandingkan dengan penerbitan surat utang oleh perusahaan swasta atau non-BUMN, nilai penerbitan BUMN juga lebih kecil. Nilai penerbitan grup swasta hingga 30 November 2020 mencapai Rp44,4 triliun.
Pada 2021 ini, BUMN terpantau kembali getol mencari pendanaan dari pasar modal.
Tercatat, dalam mandat Pefindo per 11 Januari 2021 ada 9 perusahaan BUMN dengan rencana emisi Rp16,7 triliun, sedangkan non-BUMN ada 25 perusahaan dengan rencana emisi Rp16,54 triliun.
Analis Pefindo Danan Dito mengatakan setelah tahun lalu sepi menggalang dana, tahun ini porsi penerbitan surat utang perusahaan pelat merah kemungkinan akan kembali meningkat meski tak sampai menyentuh level total emisi 2019 lalu.
Baca Juga
“Pemulihannya akan bertahap. Apakah akan bisa lebih tinggi dari 2020? Bisa terjadi. Akan tetapi kalau dibandingkan 2019 rasanya kita butuh lebih dari 1 tahun, mungkin baru di 2022 nanti,” katanya kepada Bisnis, Selasa (19/1/2021)
Menurutnya penggalangan dana oleh BUMN akan sejalan dengan sejumlah program pemerintah yang mesti didukung para perusahaan tersebut, sehingga total penerbitannya akan memimpin pasar.
“Dari sisi jumlah perusahaan memang tidak akan banyak, tapi secara nilai emisi lebih besar,” imbuh Dito.
Sementara itu, jika dilihat dari jenis surat utang, di awal tahun ini medium term notes (MTN) masih menjadi yang paling banyak porsinya yakni Rp9,62 triliun. Diikuti oleh obligasi Rp6,9 triliun, sukuk Rp6,5 triliun, PUB Rp4,91 triliun, dan sisanya jenis lain.
Dito menilai minat perusahaan terhadap MTN yang meningkat didorong oleh relaksasi dari Otoritas Jasa Keuangan salah satunya mengenai waktu pelaporan penerbitan MTN yang dipangkas dari 6 bulan menjadi 2 bulan saja.
“Sehingga penerbitan MTN dengan lebih mudah ya. Tapi kalau liat dari besarannya, secara full year mungkin tidak akan terlalu banyak, jadi obligasi akan masih lebih banyak, tapi mtn mungkin akan naik dibanding tahun lau sebelum ada relaksasi,” tutur dia.
Analis Pefindo Niken Indriarsih mengatakan bahwa penerbitan surat utang oleh BUMN pada 2020 berkurang yang menyebabkan total outstanding surat utang tahun lalu lebih rendah.
Untuk diketahui, sepanjang 2020 total emisi surat utang menurun menjadi hanya sebesar Rp96,6 triliun. Dari total itu, lebih didominansi oleh emisi surat utang non BUMN sebesar Rp53,47 triliun.
“Sedangkan, emisi BUMN hanya sebesar Rp43,12 triliun,” ujar Niken.
Di sisi lain, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan bahwa penerbitan surat utang tentu kembali akan bergantung dari kebutuhan setiap emitennya, termasuk perusahaan BUMN sekalipun.
“Kalau tahun lalu sepi, mungkin memang tidak ada kebutuhan dan ada opsi lain untuk menjaga likuiditas, jadi ngapain berhutang. Namun, kalau tahun ini banyak yang mulai emisi tandanya sudah ada kebutuhan,” ujar Nico kepada Bisnis, Selasa (19/1/2021).
Apalagi, terdapat prospek pemulihan ekonomi pada tahun ini yang dapat menjadi semangat perusahaan BUMN untuk tumbuh lebih baik lagi.
Secara garis besar, Nico menilai tahun ini penggalangan dana melalui pasar modal, termasuk surat utang akan kembali ramai.
Dari sisi pasokan, akan terdapat banyak kebutuhan dana dari emiten baik untuk keperluan refinancing maupun ekspansi. Sementara itu, dari sisi permintaaan pasar juga membutuhkan pilihan aset instrumen yang lebih variatif.