Bisnis.com, JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan peringatan kepada PT Armidian Karyatama Tbk terkait potensi delisting. Emiten milik Benny Tjokrosaputro itu berpotensi ditendang dari lantai bursa bila sahamnya masih disuspensi pada 2 Desember 2021.
BEI mengumumkan, saat ini saham berkode ARMY sudah disuspensi selama 12 bulan, tepatnya sejak 2 Desember 2019. BEI bisa menghapus saham emiten jika perusahaan tercatat mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha.
Di samping itu, emiten juga bisa ditendang dari lantai bursa bila sahamnya disuspensi selama 24 bulan atau dua tahun. Hal itu mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa,
"Dapat kami sampaikan bahwa saham Perseroan telah disuspensi selama 12 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 2 Desember 2021," tulis BEI dalam pengumuman yang dikutip Bisnis, Kamis (3/12/2020).
Per 30 September 2020, porsi saham publik di ARMY mencapai 61,30 persen. Adapun pemegang saham pengendali ARMY adalah PT Mandiri Mega Jaya, anak usaha PT Hanson International Tbk. (MYRX).
Sebagaimana diketahui, MYRX adalah emiten yang dimiliki oleh terpidana kasus Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro. Benny yang juga menjabat direksi Hanson memiliki 4,25 persen saham Hanson dan menjadi pengendali perusahaan properti tersebut.
Di sisi lain, ARMY mengumumkan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada 5 November 2020 lalu. ARMY dan para kreditur sepakat untuk meneken perdamaian pada 21 Oktober 2020.
Oleh karena itu, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 180/Pdt.Sus-PKPU /2020/PNNiaga.Jkt.Pst., demi hukum berakhir.