Bisnis.com, JAKARTA—Pasar obligasi Indonesia siap untuk terus bergairah di sisa tahun ini bahkan hingga tahun depan, diiringi lampu hijau dari sejumlah indikator.
Berdasarkan data worldgovenmentbonds.com, credit default swap (CDS) Indonesia per 1 Desember 2020 berada di level 72,5481, setelah tahun ini sempat menyentuh level 239,8181. Semakin rendah CDS menggambarkan risiko investasi surat utang yang juga semakin kecil.
Kemudian, yield surat utang negara tenor 10 tahun yang menjadi acuan kini berada di level 6,257, terus turun setelah sempat menembus 8,42 persen di kuartal I lalu. Adapun penurunan yield sebagai refleksi penguatan harga obligasi di pasar.
Indeks komposit obligasi Indonesia alias Indonesia Composite Bond Index (ICBI) juga terus menguat. Per 1 Desember 2020, ICBI ada di posisi 309,35, setelah menguat 0,26 poin atau 0,09 persen.
Adapun, saat ini tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia ada di level 3,75 persen, sedangkan tingkat inflasi per November 2020 adalah 0,28 persen. Sementara nilai tukar rupiah saat ini Rp14.130 per dolar AS.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan semua indikator tengah menunjukkan lampu hijau untuk pasar obligasi. Begitu pula dengan sentimen-sentimen di pasar yang tengah bernada positif.
Baca Juga
Alhasil, kata Handy, saat ini minat investor terhadap aset berisiko tinggi tengah meningkat seiring dengan Pemilu AS yang telah usai, perkembangan positif dari vaksin Covid-19, serta pelemahan dolar AS.
“Ini menyebabkan inflow asing ke pasar obligasi meningkat cukup signifikan dalam dua bulan terakhir dan mendorong yield SUN turun,” tutur Handy ketika dihubungi Bisnis, Selasa (1/12/2020).
Handy menilai penurunan yield akan menjadi keuntungan bagi pemerintah sebagai penerbit surat utang karena cost of fund akan ikut menurun. Ini juga ditopang tingkat inflasi yang rendah, current account kuartal III/2020 yang positif serta suku bunga acuan yang rendah.
Dia juga memperkirakan arus masuk investor asing masih akan terus berlanjut karena posisi kepemilikan asing di SUN masih rendah dan belum menyentuh level prapandemi. Belum lagi yield Indonesia yang masih menarik di tengah tren suku bunga rendah dunia.
Menurutnya, meski sepanjang tahun berjalan yield SUN 10 tahun telah turun signifikan, tapi jika dibandingkan dengan yield yang ditawarkan negara berkembang lain, posisi yield Indonesia masih sangat kompetitif.
“Jadi asing masih akan terus masuk. Kalau mengikuti pola global financial crisis 2008, maka ada potensi inflows asing sampai Q1 untuk kembali ke posisi sebelum krisis Covid-19,” tuturnya.