Bisnis.com, JAKARTA — Emisi obligasi wajib konversi atau mandatory convertible bond oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) memiliki risiko penurunan persentase kepemilikan saham pada saat konversi dilakukan.
Krakatau Steel akan melangsungkan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada Selasa (24/11/2020). Salah satu mata acara yang akan dibahas yakni penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) yang akan dikonversi dengan saham baru perseroan melalui mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD).
Adapun, penerbitan OWK sejalan engan amanat Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 118/PMK.06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan memperbaiki posisi keuangan. Pemerintah menjadi investor dengan pelaksana investasi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
OWK yang akan diterbitkan perseroan sebanyak-banyaknya Rp3 triliun. Instrumen itu akan dikonversi menjadi saham baru dalam perseroan dengan harga mengacu kepada 90 persen dari rata-rata harga penutupan saham perseroan selama kurun waktu 25 hari bursa berturut-turut di pasar reguler atau di tanggal penutupan bursa satu hari sebelum konversi OWK.
Pelaksanaan PMTHMETD memiliki risiko terhadap pemegang saham publik yakni penurunan persentase kepemilikan saham atau dilusi. Hal itu akan terjadi pada saat jatuh tempo OWK atau tahun ketujuh sejak penerbitan.
Berdasarkan data Bloomberg, pemerintah saat ini memegang 15,47 miliar lembar atau 80 persen saham KRAS. Sisanya, 3,86 miliar lembar dipegang oleh masyarakat.
Catatan kepemilikan Bloomberg menunjukkan ada sejumlah institusi asing yang mengempit saham KRAS hingga kuartal III/2020. Salah satunya California Public Employees Retirement System (CalPERS).
CalPERS merupakan pengelola dana pensiun publik di Negara Bagian California Amerika Serikat. Tercatat, institusi itu memegang 4,58 juta lembar saham KRAS pada kuartal III/2020.
Selain itu, BlackRock Inc juga masih memiliki 22.595 saham KRAS per kuartal III/2020. Namun, posisi itu menciut dari 36,48 juta lembar pada kuartal II/2020.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim pencairan dana setelah mendapat restu pemegang saham dalam RUPSLB merupakan kewenangan pemerintah. Pihaknya menyatakan akan mengikuti prosedur dan atur dari pemerintah.
“Kalau prioritas [penggunaan dana] sudah jelas itu untuk mendukung industri hilir dan industri pengguna baja sesuai dengan tujuan daripada usulan Krakatau Steel ke pemerintah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (23/11/2020).
Sebelumnya, Silmy mengklaim pemberian dana pinjaman itu bertujuan mendukung program PEN. Emiten berkode saham KRAS itu juga mengambil momentum untuk memperkuat industri baja dari hulu hingga hilir sehingga kinerja perseroan semakin membaik ke depan.
“[Dari sisi penguatan keuangan] ini juga memberikan keleluasaan untuk KRAS dalam mengelola dana sehingga akan semakin efisien,” tuturnya.
Silmy optimistis KRAS akan semakin efisien dalam hal pengelolaan biaya setiap tahun. Dengan demikian, margin keuntungan akan bertambah dan harga menjadi semakin kompetitif.