Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah kemungkinan besar akan terus menguat sepanjang pekan depan seiring euforia kemenangan kandidat asal Partai Demokrat, Joe Biden, di Pemilihan Presiden AS.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan pasar Jumat (6/11/2020), mata uang Garuda berhasil ditutup di level 14.210 setelah menguat 170 poin atau 1,18 persen terhadap dolar AS.
Rupiah sekaligus menjadi mata uang paling perkasa dibandingkan mata uang Asia lainnya yang juga menguat. Sebagai perbandingan, won Korea Selatan menguat 0,69 persen, baht Thailand 0,54 persen, rupee India 0,25 persen, dan yen Jepang 0,14 persen.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau terus melemah. Akhir pekan lalu, indeks dolar AS berada di level 92,22 setelah melemah 0,29 poin atau 0,32 persen dibanding penutupan sebelumnya.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan rupiah akan melanjutkan relinya dengan kuat sepanjang pekan depan.
Dia memproyeksi penguatan rupiah ada di kisaran 100 poin setiap harinya. Bahkan, diperkirakan mampu menyentuh level 13.800 pada akhir pekan depan.
“Kemarin, rupiah selalu menguat di atas 100 poin, bahkan terakhir 170 poin, artinya untuk dari 14.200 ke 13.800 itu hanya butuh 400 poin. Sangat wajar kalau seandainya akhir pekan rupiah ke 13.800 dengan asumsi [penguatan] 100 poin per hari,” jelas Ibrahim ketika dihubungi Bisnis, Minggu (8/11).
Lebih lanjut, dia menjelaskan pasar mengapresiasi kemenangan Biden bahkan sejak perhitungan suara masih dilakukan, terlihat dari penguatan rupiah yang terjadi sepanjang pekan lalu.
Pasalnya, gaya politik Biden yang sangat berseberangan dengan petahana Donald Trump dinilai memberikan angin segar terhadap pasar. Salah satunya karena Biden kemungkinan akan membekukan perang dagang antara AS-China dan AS-Uni Eropa (UE).
Selain itu, Biden juga berencana mengirim tim peneliti ke China untuk mempelajari virus corona. Sikap yang sangat berkebalikan dengan Trump yang menuding China dengan sengaja melepaskan wabah tersebut ke seluruh dunia.
“Ini yang mendapat respons positif pasar. Perang dagang akan berakhir. Lalu, Covid-19 mendapat solusi karena sampai sekarang Covid-19 masih terus meluas. Masyarakat ingin perubahan, mereka tidak ingin pandemi terus berlanjut,” tutur Ibrahim.
Di lain pihak, beberapa kebijakan Biden yang sebelumnya sempat dikhawatirkan pasar juga kemungkinan akan sulit diwujudkan. Misalnya, wacana untuk menaikkan pajak karena kursi Kongres AS mayoritas diduduki oposisi.
Terkait masalah stimulus fiskal, kendati tidak sebesar rencana semula, Ibrahim menyatakan Biden hampir pasti akan melanjutkan stimulus ini untuk menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi.
“Ini akan menjadi daya gedor sendiri sehingga rupiah terus mengalami penguatan,” imbuhnya.
Dari dalam negeri, Ibrahim menyebut penguatan rupiah ditopang oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang dianggap kebal terhadap krisis. Meskipun, rilis Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III/2020 menyatakan ekonomi masih terkontraksi dan Indonesia resmi berada dalam resesi.
Menurutnya, strategi bauran ekonomi yang diterapkan pemerintah bersama Bank Indonesia telah teruji pada masa-masa krisis, mulai dari krisis 1998, momentum perang dagang, dan Brexit. Ditambah, ada optimisme kehadiran vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini.
“Pasar kembali yakin bahwa ekonomi di Indonesia walaupun resesi tetapi kemungkinan cepat pulihnya dan rupiah terus menguat walaupun indeks dolar AS fluktuatif,” pungkas Ibrahim.
Joe Biden Menang, Rupiah Diprediksi Sentuh 13.800 Pekan Depan
Kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden AS diyakini membawa sejumlah sentimen bagi pasar keuangan global. Rupiah pun diprediksi terkerek ke level 13.800 pada pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dhiany Nadya Utami
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu