Bisnis.com, JAKARTA - Strategi Menteri BUMN Erick Thohir mengonsolidasikan unit bisnis perhotelan pelat merah dinilai menjadi langkah tepat.
Seperti diketahui, pada Senin (14/9/2020) lima badan usaha milik negara (BUMN) menandatangani nota kesepahaman untuk mengonsolidasikan lini bisnis hotel milik masing-masing. Langkah ini dilakukan untuk mengoptimalisasi hotel milik BUMN.
Kelima perusahaan pelat merah tersebut adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Hotel Indonesia Natour (Persero)/HIN, PT Pertamina (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan PT Pegadaian (Persero).
Kepala Riset dan Konsultan Properti Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan bahwa dari segi efisiensi usaha bisnis perhotelan, langkah penggabungan semua lini usaha perhotelan dari anak usaha BUMN adalah tepat.
“Apalagi dengan kondisi seperti sekarang ini dimana bisnis hotel lagi sangat terpukul dengan kondisi pandemi. Saya pikir ini waktu yang tepat untuk melakukan konsolidasi usaha,” ungkap Anton kepada Bisnis, Selasa (15/9/2020).
Anton menerangkan penggabungan lini bisnis hotel ini bisa jadi menguntungkan untuk pengembangan usaha dan networking berbasis klien ke depannya mengingat empat perusahaan BUMN selain dari HIN memang tidak fokus melayani bidang perhotelan sehingga membuat performanya tidak maksimal.
Baca Juga
Ia menilai lini bisnis yang memang tidak terlalu berpengaruh terhadap induk usahanya memang lebih baik dirampingkan mengingat pendapatan usaha dari bisnis hotel untuk perusahaan seperti GIAA, WIKA, Pertamina dan Pegadaian tidak terlalu berdampak signifikan.
Lebih lanjut, Anton menilai prospek hotel dalam jangka panjang masih cerah mengingat pariwisata merupakan salah satu usaha unggulan yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo.
Ditambah, Indonesia memiliki banyak destinasi wisata yang indah sehingga mengundang minat wisatawan domestik dan mancanegara untuk datang berkunjung.
Hanya saja, pelaku usaha saat ini memang sangat diberatkan oleh kondisi pandemi Covid-19 yang belum berkesudahan hingga membuat bisnis usaha pariwisata terkhususnya hotel menjadi lesu.
Di sisi lain, Anton menilai usaha bisnis hotel BUMN memang kalah bersaing dengan konglomerasi bisnis hotel nasional dan multinasional yang banyak beroperasi di lokasi wisata strategis seperti Bali, Lombok dan Jakarta.
“Semisal kelompok hotel Inna, mereka punya hotel dimana-mana. Mungkin di daerah tersebut mereka masih menjadi yang terdepan karena saingannya hanya hotel-hotel lokal kelas provinsi saja,” sambungnya.
Potensi perbaikan kualitas dianggap masih bisa berlanjut mengingat PT Patra Jasa sudah memiliki brand hotel bintang lima, empat, dan tiga ditambah dengan usaha Inna Hotels & Resort untuk berbenah diri beberapa waktu belakangan.
Karena itu, Anton mendukung penuh usaha pemerintah untuk menggabungkan usaha hotel milik pemerintah tersebut dalam satu wadah besar.