Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Hans Kwee

Direktur Anugerah Mega Investama

Hans Kwee adalah Direktur PT Anugerah Mega InvestamaDosen. Dia juga menjadi dosen FEB Trisakti dan MET Atmajaya.

Lihat artikel saya lainnya

Delisting, Investor Ritel Bisa Apa? Jelilah Memilih Saham

Melihat risiko delisting, terutama force delisting yang sangat berpotensi merugikan, maka investor harus pintar dalam memilih saham. Carilah perusahaan yang punya fundamental baik, prospek bagus, serta good corporate government yang baik.
Pengunjung melintas di depan papan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (24/6/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung melintas di depan papan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (24/6/2020). Bisnis/Abdurachman

Menjadi seorang Investor di pasar modal adalah sebuah hal yang menyenangkan karena potensi keuntungan yang didapat.

Di pasar saham, investor dapat membeli saham perusahaan bagus dengan harga yang terjangkau. Banyak perusahaan yang punya reputasi nasional bahkan internasional tercatat di bursa dan dapat dimiliki investor.

Sebenarnya pasar modal dapat menjadi tempat distribusi kekayaan yang efektif bila dapat dimanfaatkan investor dengan baik, tetapi tidak semua perusahaan tercatat di bursa berkinerja baik. Hal ini dapat terjadi karena perubahan kondisi ekonomi, perubahan bisnis, maupun kemampuan manajemen. Di dunia investasi tidak semua investasi berhasil.

Ada beberapa risiko investasi, di antaranya capital loss, tidak mendapatkan dividen, saham tidak likuid, dan delisting. Dari semua risiko diatas mungkin delisting adalah salah satu risiko terbesar karena dapat berdampak pada sulitnya menjual saham yang dimiliki. Sebelum bicara delisting, kita perlu membahas dulu listing.

Listing dalam konteks pasar modal adalah proses pencatatan saham perusahaan di bursa efek. Sebuah perusahaan tertutup ketika melakukan go public lewat penawaran umum berubah menjadi perusahaan terbuka. Perusahaan terbuka itu dapat tercatat dan diperdagangkan di bursa efek untuk mempermudah investor atau pemegang saham melakukan transaksi jual beli saham yang dimiliki.

Delisting sendiri merupakan kebalikan dari listing di mana delisting adalah tindakan penghapusan pencatatan saham suatu perusahaan oleh bursa efek akibat keadaan tertentu.

Saham perusahaan yang sudah di-delisting tidak dapat diperdagangkan di bursa sehingga menyulitkan investor untuk menjual atau membeli saham tersebut. Di pasar modal dikenal ada dua jenis delisting, yaitu voluntary delisting dan force delisting.

Voluntary delisting atau penghapusan pencatatan saham secara sukarela adalah penghapusan pencatatan saham di bursa efek atas keinginan perusahaan. Perusahaan atas keinginan sendiri mengajukan agar sahamnya dihapus pencatatannya di bursa efek.

Ada beberapa alasan yang membuat perusahaan melakukan voluntary delisting di antaranya karena proses penggabungan atau pengambilalihan usaha, perusahaan akan go privat, keinginan pengendali baru, dan pertimbangan yang lain.

Voluntary delisting dapat dilakukan apabila memenuhi beberapa syarat. Pertama, saham sudah tercatat sekurang-kurangnya 5 tahun. Kedua, permohonan delisting sudah mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham atau RUPS. Ketiga, perusahaan wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak setuju dengan rencana delisting. Dalam kasus delisting ini pemegang saham biasanya tidak dirugikan, tetapi bisa mendapatkan keuntungan karena saham dibeli kembali dengan yang disepakati.

Contoh kasus voluntary delisting adalah produsen air minum PT Aqua Golden Mississippi Tbk., yang dulu memiliki kode saham AQUA. Hasil RUPS memutuskan perusahaan melakukan go private pada 2010. Harga tender offer untuk membeli saham perusahaan di Rp500.000 per lembar saham. Harga ini tercatat cukup tinggi dan memberikan keuntungan kepada pemegang saham.

Delisting bisa juga terjadi karena force delisting atau penghapusan pencatatan secara paksa. Bursa efek bisa memaksa perusahaan melakukan penghapusan pencatatan akibat kelangsungan hidup perusahaan tidak terjamin dan atau tidak dapat menunjukan adanya pemulihan yang memadai.

Hal ini dapat terjadi karena perusahaan memiliki utang dalam jumlah besar dan dalam jangka panjang, mengalami masalah yang menyebabkan mendapatkan masalah hukum yang berkepanjangan, terus menerus mengalami kerugian dalam jangka panjang, atau tidak dapat beroperasi lagi.

Selain itu, force delisting dapat juga terjadi karena perusahaan tidak mampu memenuhi ketentuan bursa efek seperti laporan keuangan perusahaan terlambat dilaporkan dalam periode tertentu. Force delisting juga bisa dilakukan karena saham di-suspend di pasar reguler dan pasar tunai dan hanya diperdagangkan di pasar negosiasi dalam waktu 24 bulan atau lebih.

Bila terjadi force delisting biasanya investor akan dirugikan. Lalu apa yang harus investor lakukan bila mempunyai saham terancam delisting?

Investor dapat menjual saham tersebut di pasar negosiasi karena biasanya bursa efek membuka suspensi saham yang akan delisting untuk beberapa hari. Dalam rentang waktu itu, investor harus menjual saham tersebut bila tidak ingin menjadi pemegang saham perusahaan tidak tercatat di bursa.

Masalah timbul karena perusahaan yang terkena force delisting biasanya bermasalah, sehingga sulit mencari pembeli dengan harga yang baik. Beberapa kasus tidak ditemukan bid atau permintaan pada saham tersebut. Ada juga yang harga bid-nya sangat rendah, sehingga investor rugi besar.

Selain menjual saham yang terancam delisting, investor bisa juga berharap perusahaan tersebut melakukan relisting biarpun peluangnya relatif kecil. Salah satu syarat melakukan pencatatan kembali adalah telah memperbaiki kondisi yang menyebabkan terjadinya delisting di bursa.

Biasanya perusahaan yang terkenal force delisting bermasalah baik secara operasi maupun keuangannya, sehingga untuk dapat listing kembali harus mampu memperbaiki kinerja terlebih dahulu.

Melihat risiko delisting, terutama force delisting yang sangat berpotensi merugikan, maka investor harus pintar dalam memilih saham. Carilah perusahaan yang punya fundamental baik, prospek bagus, serta good corporate government yang baik.

Investor harus bertanggung jawab atas dana yang diinvestasikan dan tidak mencari kambing hitam ketika menderita kerugian seperti menyalahkan otoritas, sales, atau teman yang memberikan rekomendasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hans Kwee
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper