Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

6 Bulan Corona di Indonesia, Rupiah Gagal Pertahankan Keperkasaannya

Selama enam bulan terakhir, rupiah sempat menyentuh level terendah sejak 1998 di kisaran level Rp16.000 dan kembali ke level Rp13.000-an.
Karyawan menunjukan uang rupiah di salah satu kantor cabang BRI Syariah di Jakarta, Rabu (29/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Karyawan menunjukan uang rupiah di salah satu kantor cabang BRI Syariah di Jakarta, Rabu (29/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Sudah enam bulan lamanya, penyebaran Covid-19 berada di Indonesia sejak kasus pertama kali resmi diumumkan pada 2 Maret 2020. Rupiah yang sempat kembali ke level Rp13.000 per dolar AS, gagal mempertahankan keperkasaannya.

Untuk diketahui, pada 2 Maret 2020, rupiah menutup perdagangan di level Rp14.265 per dolar AS. Sejak saat itu lah tren rupiah terus menurun menuju level-level terendah baru.

Kemudian, pada 23 Maret 2020 rupiah untuk pertama kalinya menutup perdagangan berada di bawah level Rp16.000 per dolar AS, terendah sejak krisis keuangan 1998 atau dalam 22 tahun terakhir.

Saat itu, rupiah ditutup di level Rp16.575 per dolar AS, melemah 3,85 persen atau 615 poin. Penurunan rupiah itu pun menjadi yang terlemah di antara mata uang Asia lainnya.

Bagaimana tidak, saat itu investor berbondong berpihak terhadap dolar AS dan membuat indeks dolar yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama menyentuh level tertingginya di kisaran 102,817.

Namun, pada medio Juni 2020 rupiah sempat kembali diperdagangkan di level Rp13.000 an per dolar AS, yaitu menyentuh level tertingginya pada 8 Juni 2020 di posisi Rp13.873 per dolar AS.

Hal itu pun berhasil membuat rupiah tidak begitu terpukul dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di antara mata uang Asia lainnya. Sayang, keperkasaan rupiah tidak bertahan cukup lama.

Kini, rupiah kembali menguji level Rp15.000 per dolar AS seiring dengan data-data ekonomi dalam negeri terus menunjukkan pelemahan. Padahal, mata uang Asia lainnya tengah memanfaatkan momentum tren penurunan dolar AS untuk memperbaiki kinerjanya.

Adapun, pada penutupan perdagangan Rabu (2/9/2020), rupiah ditutup melemah hingga 1,16 persen atau 173 poin ke level Rp14.745 per dolar AS. Pada pertengahan perdagangan hari ini, rupiah sempat terkoreksi hingga 200 poin.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa pelemahan rupiah saat ini dipengaruhi reaksi atau respon pelaku pasar terhadap rencana revisi UU Bank Indonesia (BI) yang berpotensi mengganggu independensi bank sentral.

Selain itu, rencana pembelian Surat Berharga Nasional (SBN) oleh BI yang akan dilanjutkan hingga tahun depan juga menjadi katalis negatif bagi rupiah. Padahal, Kemenkeu dan BI melakukan kesepakatan bersama bahwa debt burden sharing hanya akan dilakukan pada tahun ini saja.

“Sehingga itu juga turut direspon oleh bond investor dimana imbal hasil SUN seri benchmark 5,10,15 dan 20 tahun tercatat naik sekitar 2-3bps,” ujar Josua kepada Bisnis, Rabu (2/9/2020).

Secara terpisah, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra juga mengatakan bahwa rupiah tertekan akibat isu Burden sharing BI dimana bank sentral akan ikut membantu pembiayaan penanganan Covid-19 untuk memulihkan ekonomi Indonesia.

“Kebijakan ini dikhawatirkan menambah likuiditas rupiah di pasar sehingga nilai tukar tertekan,” papar Ariston kepada Bisnis, Rabu (2/9/2020).

Selain itu, rupiah juga ditekan oleh rebound dolar AS yang dipicu oleh membaiknya data indeks aktivitas manufaktur AS periode Agustus. Belum lagi, faktor deflasi dalam negeri periode Agustus yang mengindikasikan daya beli masyarakat belum membaik sehingga meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap resesi.

Ariston memproyeksi rupiah akan melanjutkan pelemahannya jika data tenaga kerja AS yang akan dirilis akhir pekan ini lebih baik daripada ekspektasi pasar yang akan menjadi kekuatan tambahan bagi dolar AS untuk bergerak lebih tinggi.

Rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp14.650 hingga Rp14.850 per dolar AS pada perdagangan Kamis (3/9/2020).

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa isu ketegangan geopolitik juga menjadi penekan rupiah pada beberapa perdagangan ke depan.

“AS dan China kembali memanas setelah Pemerintah AS mengatakan akan ada kunjungan bilateral dengan Taiwan, selain itu China dan Australia juga memanas karena ada berita jurnalis Australia ditangkap di China,” ujar Ibrahim kepada Bisnis.

Dia memproyeksi rupiah dapat melemah tapi tidak begitu signifikan mengingat cadangan devisa dan neraca dagang Indonesia sesungguhnya menunjukkan data yang positif. Dia memprediksi rupiah bergerak di kisaran Rp14.730 hingga Rp14.810 per dolar AS pada perdagangan Kamis (3/9/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper