Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHK Agustus Deflasi, Bagaimana Indeks Sektor Konsumer?

indeks sektor konsumer menguat 0,95 persen atau 18,29 poin ke level 1.933,18 pada perdagangan hari ini, setelah sempat melemah 0,28 persen pascarilis data indeks harga konsumen (IHK) bulan Agustus 2020.
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks sektor konsumer masih terparkir di zona positif bersamaan dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan Selasa (1/9/2020), meskipun sempat melemah setelah pengumuman indeks harga konsumen yang mengalami deflasi pada Agustus.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektor konsumer menguat 0,95 persen atau 18,29 poin ke level 1.933,18 pada perdagangan hari ini. Sementara itu, IHSG hari ini ditutup melesat 1,38 persen atau 72,19 poin ke level 5.310,68 pada akhir perdagangan.

Beberapa emiten konsumer berkapitalisasi jumbo cenderung tidak mampu memulihkan pelemahan harga saham pada perdagangan hari ini, di antaranya PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) yang menguat 0,33 persen setelah turun sebesar 2,95 persen pada akhir sesi I.

Sementara itu, entitas anaknya INDF, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), berakhir stagnan setelahmengalami koreksi sebesar 0,98 persen pada jeda siang.

Saham emiten konsumer lain seperti PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dan emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) mampu pulih dari pelemahan setelah ditutup stagnan, meskipun penurunan harga saham masing-masing 0,30 persen dan 0,26 persen siang tadi.

Di sisi lain, emiten PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA) terpantau terus mengalami kelemahan bahkan setelah dua hari perdagangannya dibuka kembali oleh otoritas.

Saham AISA terpantau mengalami koreksi 6,37 persen atau 10 poin ke level Rp147 dan menjadi salah satu emiten yang mengalami pelemahan terdalam di antara semua emiten konsumer yang ada di papan bursa.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Kino Indonesia Budi Muljono menerangkan bahwa daya beli masyarakat belum pulih tercermin dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang belum kembali ke level yang sama pada masa sebelum pandemi sehingga prospek dari bisnis makanan dan minuman menurutnya akan sangat bergantung pada kecepatan pemulihan ekonomi.

“Begitu ada Covid-19 semua berubah. Apalagi faktanya kami di semester satu ini mencatat pertumbuhan (penjualan) negatif 1,3 persen. Jadi bisa dibilang target (pertumbuhan penjualan 15 persen) tidak mungkin untuk keadaan seperti ini,” ungkap Budi baru-baru ini.

Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia sepanjang Agustus 2020 kembali mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Deflasi pada Agustus ini membuat laju IHK sepanjang tahun kalender mengalami inflasi sebesar 0,93 persen (year to date/ytd). Sementara itu, laju IHK tahunannya tercatat berada di posisi inflasi sebesar 1,32 persen (year-on-year/yoy).

Dari kelompok pengeluaran, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, harga komoditas bergejolak - terutama bahan makanan - mengalami penurunan. Kelompok bahan makanan dan minuman mengalami deflasi sebsar 0,86 persen dengan andil kepada deflasi keseluruhan sebesar 0,22 persen.

Penurunan terbesar disumbang oleh daging ayam ras sebesar 0,09 persen, disusul oleh harga bawang merah sebesar 0,07 persen, harga tomat 0,02 persen dan telur ayam ras serta buah-buahan seperti pisang dan jeruk yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,01 persen.

Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi mengatakan Indeks Harga Konsumen (IHK) sepanjang bulan Agustus sejatinya memang memiliki berpengaruh terhadap pergerakan saham emiten konsumer secara keseluruhan.

“Karena CPI (Consumer Price Index/Indeks Harga Konsumen) turun berarti demand indikasi masih lemah,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (1/9/2020).

Kendati demikian, secara fundamental, Michael menyebutkan kinerja emiten konsumer seperti ICBP dan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) dianggapnya cukup stabil. Hal ini ditopang oleh penjualan mie instan oleh iCBP dan ekspor untuk MYOR. 

Di sisi lain, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan laporan BPS seyogyanya mencerminkan pasokan bahan makanan pokok berlebih dibandingkan dengan daya beli masyarakat yang cenderung belum stabil.

“Daya beli masyarakat menengah ke bawah terhadap bahan pangan entah itu beras, telor, ayam masih lesu. Karenanya, BLT (Bantuan Langsung Tunai) ini harus tepat sasaran meskipun saya juga mengapresiasi kinerja PMI kita,” tuturnya.

Adapun, Nafan juga menilai barang konsumsi seperti rokok juga sangat tertekan pada tahun ini dilihat dari kinerja PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang tak cukup cemerlang untuk periode semester pertama dan sentimen absennya pembagian dividen oleh GGRM. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper