Bisnis.com, JAKARTA — Avrist Asset Management mengalokasikan mayoritas underlying asset produk reksa dana pasar uang di deposito untuk menjaga likuiditas produk.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menjelaskan strategi penyusunan aset dasar reksa dana pasar uang dilakukan dengan memperhatikan likuiditas portofolio karena jangka waktu penempatan investor yang pendek.
“Mayoritas tetap di deposito,” ujarnya, Minggu (30/8/2020).
Adapun, reksa dana pasar uang umumnya menempatkan investasi di aset pasar uang seperti deposito dan obligasi bertenor di bawah 1 tahun. Likuiditas yang tinggi membuat investor lebih condong mengoleksi reksa dana pasar uang untuk jangka pendek karena dapat dicairkan sewaktu-waktu.
Volatilitas yang rendah milik reksa dana pasar uang juga membuat produk ini diminati oleh investor di masa pandemi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 Juli 2020, tercatat Nilai Aktiva Bersih (NAB) produk reksa dana pasar uang sebesar Rp67,92 triliun atau naik 16,06 persen dari periode yang sama tahun lalu, yang senilai Rp58,52 triliun.
Baca Juga
Namun, belakangan ini, Farash menunjukkan bahwa investor—khususnya dari perusahaan asuransi—juga mulai banyak yang masuk ke reksa dana pendapatan tetap seiring dengan performa pasar obligasi yang membaik.
Kinerja pasar obligasi mulai menguat setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga sebanyak empat kali pada tahun ini. Adapun, suku bunga rendah akan membuat harga obligasi menjadi lebih tinggi.
Sementara itu, investor yang mengakumulasikan reksa dana pasar uang disebut Farash lebih untuk menjaga likuiditas dan imbal hasil yang relatif lebih tinggi dibandingkan suku bunga perbankan.
“Di reksa dana pasar uang ada beberapa bank tapi tidak menambah, sifatnya lebih ke maintain posisi,” terangnya.