Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produsen rokok, PT Gudang Garam Tbk., akan mencermati pasar terlebih dahulu sebelum menentukan strategi yang tepat untuk menjaga kinerja di tengah sentimen kenaikan tarif cukai dan tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Gudang Garam Heru Budiman mengatakan bahwa perseroan tidak memiliki patokan strategi baku untuk menghadapi sentimen kenaikan tarif cukai yang setiap tahun terjadi.
Emiten berkode saham GGRM itu akan mencermati pasar terlebih dahulu sebelum menentukan untuk menaikkan harga pokok penjualan (HPP) atau memangkas volume produksi. Hal ini dilakukan agar kinerja keuangan, baik top line maupun bottom line, tidak tergerus.
“Setiap kenaikan cukai kalau kami tidak bisa meneruskannya ke dalam kenaikan harga jual, tentu akan menggerus keuntungan. Pada saat yang sama, kalau naik harganya, itu bergantung pada pertumbuhan daya beli konsumennya, misal tetap lemah, ya pasti juga akan ada penurunan volume penjualan,” ujar Heru saat konferensi pers Pubex Live 2020, Senin (24/8/2020).
Menurut Heru, selama ini perseroan telah berupaya untuk meneruskan kenaikan beban itu kepada konsumen secara bertahap, mengingat cukai masih menjadi komponen terbesar terhadap HPP.
Pada enam bulan pertama tahun ini saja, komponen cukai berkontribusi terhadap 79,5 persen dari total beban penjualan atau sebesar Rp35,8 triliun dari total Rp45 triliun.
Baca Juga
Angka itu naik dibandingkan dengan 78,4 persen kontribusi cukai terhadap beban penjualan pada semester I/2019 atau sebesar Rp33,5 triliun dari total Rp42,8 triliun.
Adapun, Heru juga menjelaskan bahwa saat ini pasar tengah mengalami penurunan daya beli yang juga berdampak terhadap kinerja volume penjualan perseroan. Secara umum, hal itu dinilai disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan kenaikan tarif cukai rokok 2020.
Hal itu tercermin dari kinerja GGRM pada paruh pertama tahun ini yang mencatatkan penurunan 8,88 persen year on year (yoy) terhadap volume penjualan rokok keseluruhan.
Pada semester I/2020, GGRM hanya membukukan volume penjualan sebesar 42,5 miliar batang, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 46,6 miliar batang.
Penurunan terdalam terjadi pada pada rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) low tar nikotin (LTN) dari sebesar 4,2 miliar batang pada semester I/2019 menjadi hanya sebesar 2,3 miliar batang pada semester I/2020.
Kemudian diikuti oleh jenis SKM Full Flavour (FF) yang turun menjadi hanya terjual 35,8 miliar batang dibandingkan dengan 38,3 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, volume penjualan rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) mengalami kenaikan menjadi sebesar 4,5 miliar batang pada paruh pertama tahun ini dibandingkan dengan 4,2 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, perseroan berhasil membukukan kenaikan pendapatan 1,7 persen yoy pada semester I/2020 menjadi sebesar Rp53,65 triliun. Namun, dengan naiknya beban cukai yang tidak sebanding dengan volume penjualan, maka GGRM masih membukukan penurunan laba.
Adapun, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tergerus 10,75 persen secara tahunan menjadi Rp3,82 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Sementara itu, sejumlah analis masih mempertahankan rekomendasi terhadap saham GGRM meskipun kinerja perseroan ke depan diproyeksi mengalami banyak tekanan.
Berdasarkan konsesus Bloomberg, sebanyak 26 analis merekomendasikan buy terhadap GGRM, 3 saham hold, sedangkan 4 saham lainnya berada di posisi sold. Adapun, pada perdagangan Senin (24/8/2020), GGRM parkir di level Rp52.725 turun 2,68 persen.
Analis Sinarmas Sekuritas Andrianto Saputra mempertahankan rekomendasi buy GGRM dengan target harga Rp66.300, seiring dengan positioning kuat perseroan di pangsa pasar SKM HT di dalam negeri.
“Selain itu, penyederhanaan pajak cukai (PMK 77/2020 baru) dapat memberikan dampak positif pada GGRM karena selisih harga antara pemain tier 1 dan 2 dapat menyempit,” tulis Andrianto seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (24/8/2020).
Selain itu, Kepala Riset Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menaikkan target price GGRM menjadi sebesar Rp57.800 seiring dengan potensi pembagian dividen interim oleh perseroan.
“Proyeksi dividen GGRM sebesar Rp2600 per saham yang diharapkan diumumkan pada RUPST berikutnya dan GGRM tengah diperdagangkan hanya dengan 5,2 persen dari potensi hasil dividen dan 12,0 / 11,7x dari rasio P/E-nya,” ujar Robertus seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (24/8/2020).