Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh, Harga Minyak Sulit Naik Gara-Gara Pandemi Covid-19

Pada penutupan perdagangan Jumat (14/8), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,5 persen atau 0,23 poin US$42,01 per barel, tapi naik 1,9 persen selama sepekan.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kesulitan naik harga selama dua pekan berturut-turut akibat ketidakpastian perdagangan antara Amerika Serikat dan China dan kekhawatiran akan terbatasnya reli akibat pandemi Covid-19.

Pada penutupan perdagangan Jumat (14/8), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,5 persen atau 0,23 poin US$42,01 per barel, tapi naik 1,9 persen selama sepekan. Salah satu yang membebani adalah penundaan diskusi perdagangan antara AS dan China pada akhir pekan ini untuk mengevaluasi kesepakatan perdagangan.

Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Oktober tercatat turun 16 sen dan mengakhiri sesi dengan hargat US$44,80 per barrel. Namun, kontrak tersebut sudah naik 0,9 persen selama sepekan.

Sementara itu, rebound dalam penjualan di AS juga telah melambat sepanjang Juli di tengah lonjakan kasus Covid-19 dan tingkat pengangguran yang makin tinggi sehingga menghambat pemulihan ekonomi.

“Jika China menunjukkan adanya permasalahan yang terjadi dalam pertemuan dengan AS, kemungkinan harga minyak berjangka akan makin tertekan ke level support,” kata Tariq Zahir, Managing Member Global Macro Program di Tyche Capital Advisors LLC, dilansir Bloomberg, Sabtu (15/8/2020).

Kendati mengalami penurunan pada Jumat (14/8), harga patokan minyak AS reli 4 persen dalam dua pekan terakhir lantaran pasikan minyak AS menyusut setelah melakukan impor ke Arab Saudi dan konsumsi bahan bakar mengalami peningkatan.

Selain itu, sejumlah data menunjukkan adanya perbaikan pada outlook perekonomian AS. Di antaranya, produksi industri yang mengalami kenaikan dalam tiga bulan berturut-turut sampai Juli.

Namun, masih ada beban pada permintaan karena adanya perkembangan penyebaran Virus Corona yang membuat pemulihan konsumsi bahan bakar jadi tidak merata. Pada Kamis (13/8), Badan Energi Internasional (IEA) menurunkan sebagian besar perkiraan permintaan untuk 18 bulan ke depan.

Sementara itu, laju pengaktifan kembali sumur minyak di AS mulai meningkat sejak Juli, menurut Rystad Energy hal itu berpotensi menimbulkan penurunan lebih lanjut di tengah kondisi kelebihan pasokan.

“Masih ada alasan untuk lebih optimistis. Namun, ada kemungkinan pasokan minyak mentah AS bisa melonjak tak lama lagi, yang bisa membuat harga minyak kembali anjlok,” kata Michael Hiley, Head of Over-the-Counter Energy Trading di LPS Futures New York.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper