Bisnis.com, JAKARTA — Kendati menyebabkan dana kelolaan produk investasi kolektif konvensional terus menerus tergerus, situasi krisis dinilai memberikan peluang bagi produk investasi alternatif.
Direktur Batavia Prosperindo Asset Management Prihatmo Hari mengatakan sepanjang paruh pertama tahun ini bukan masa yang cemerlang bagi produk investasi kolektif atau reksa dana.
Pasalnya, situasi pasar yang berfluktuasi menyebabkan dana kelolaan terus tergerus. Secara year to date hingga 30 Juni 2020 saja, dana kelolaan reksa dana tercatat menyusut sekitar Rp90 triliun atau 11,15 persen.
“Ini ada dua penyebabnya, pertam, tentu karena penuruanan harga saham yang membuat valuasi turun. Kedua, itu net redemption karena kita sama-sama tahu bahwa di saat seperti ini investor mencari tempat investasi yang lebih safe,” tuturnya dalam sesi webinar, Kamis (13/8/2020)
Namun, tambahnya, hal tersebut tak berlaku bagi produk investasi alternatif atau produk non-reksa dana. Alih-alih tergerus, dana kelolaan produk investasi altenatif terpantau naik dalam periode yang sama.
“Karena produk alternatif ini cenderung tidak terpengaruh oleh gejolak di pasar saham dan obligasi,” ungkapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Prihatmo menyebut krisis malah membuka peluang bagi produk alternatif, seperti reksa dana penyertaan terbatas atau RDPT yang mana memungkinkan investor untuk berinvestasi hanya pada efek nonpenawaran umum, baik saham, obligasi, maupun mezzanine.
“Jadi ini memang ditujukan untuk menggerakkan sektor riil,” katanya.
Selain itu, di tengah dampak perlambatan kredit perbankan, produk investasi alternatif lainnya yakni kontrak investasi kolektik efek berangun aset (KIK EBA) juga dapat menjadi pilihan.
Hari mencontohkan jika ada perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas dan ingin mengonversi loan asset atau aset pinjamannya menjadi dana segar, bisa melakukan sekuritisasi aset melalui KIK EBA.
Selanjutnya, Hari menilai peluang juga muncul krisis yang mendera sektor properti dan infrastruktur.
Dia menyebut saat ini sektor properti menjadi salah satu yang paling terpukul dan banyak perushaan properti yang melakukan penjualan aset sehingga terjadi koreksi harga terhadap aset properti.
Menurutnya, kondisi ini dapat menjadi peluang yang menarik terutama bagi yang memiliki horizon investasi jangka panjang, untuk mulai berinvestasi pada KIK dana investasi real estate (DIRE).
Sementara bagi sektor infrastruktur, sikap pemerintah yang memfokuskan alokasi APBN untuk penanganan dan pemulihan dampak pandemi tak ayal berpengaruh terhadap pembiayaan infrastruktur sehingga dibutuhkan alternatif pendanaan lain.
“Ini merupakan peluang juga yang dapat digunakan dalam industri ini, dalam pengembangan dana KIK Dana Infrastruktur atau Dinfra, ini bisa dalam bentuk debt maupun equity,” tuturnya.