Bisnis.com, JAKARTA — Krisis yang mendera pasar modal ternyata menyimpan sejumlah peluang untuk industri investasi kolektif. Sejumlah produk dapat menjadi pilihan, baik bagi investor maupun bagi korporasi.
Direktur Batavia Prosperindo Asset Management Prihatmo Hari Mulyadi mengatakan saat ini pasar memang telah terkoreksi cukup dalam. Namun, dia meyakini setiap koreksi pasti akan berbalik alias rebound.
“Kalau saat krisis IHSG turun 40 persenan, berarti saat indeks kembali ke angka semula itu growth bisa dua kali lipatnya. Ini yang harus kita cermati, ini peluang yang harus kita cari,” ujarnya dalam sesi webinar, Kamis (13/8/2020)
Pria yang biasa disapa Hari ini mengatakan ada sejumlah peluang yang muncul di tengah krisis saat ini, khususnya dengan memanfaatkan kondisi yang terjadi, misalnya di tengah derasnya stimulus dari program pemulihan ekonomi nasional.
Hari mengatakan saat ini pemerintah telah memberikan berbagai relaksasi dan stimulus untuk mendongkrak ekonomi domestik yang ujungnya akan bermuara pada pemulihan bisnis korporasi dan kenaikan harga efek.
“Nah momentum pemulihan harga efek ini yang harus kita ambil,” tukasnya.
Baca Juga
Di tengah kondisi tersebut, Hari menyebut produk yang cocok untuk menjadi pilihan antara lain reksa dana campuran, reksa dana saham berbasis rotasi sektor atau equity sector rotation, dan global fund.
Reksa dana campuran dinilai memberikan keleluasaan bagi manajer investasi (MI) untuk berpindah dari satu kelas aset ke kelas aset lainnya, menyesuaikan dengan kondisi pasar.
Sebagai contoh, jika harga saham sudah menunjukkan sinyal pemulihan, MI akan overbid ke aset berbasis saham dan mengurangi aset pasar uang dan begitu pula sebaliknya.
Sementara untuk reksa dana saham berbasis rotasi sektor, MI akan cenderung overweight pada sektor-sektor yang dianggap memiliki prospek yang bagus di tengah krisis dan untuk sementara underweight pada sektor yang masih jauh dari pemulihan.
Adapun untuk reksa dana berbasis global fund, Hari menilai produk dengan aset dasar ini dapat menjadi bagian diversifikasi geografis.
“Sehingga MI lebih dinamis dalam pengelolaan asetnya untuk memberikan return yang maksimal,” imbuh Hari.
Di sisi lain, Hari melihat situasi krisis juga memberikan peluang bagi produk investasi alternatif.
Salah satunya adalah reksa dana penyertaan terbatas atau RDPT yang mana memungkinkan investor untuk berinvestasi hanya pada efek nonpenawaran umum, baik saham, obligasi, maupun mezzanine.
“Jadi ini memang ditujukan untuk menggerakkan sektor riil,” katanya.
Selain itu, di tengah dampak perlambatan kredit perbankan, produk investasi alternatif lainnya yakni kontrak investasi kolektik efek berangun aset (KIK EBA) juga dapat menjadi pilihan.
Hari mencontohkan jika ada perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas dan ingin mengonversi loan asset atau aset pinjamannya menjadi dana segar, bisa melakukan sekuritisasi aset melalui KIK EBA.
Selanjutnya, Hari menilai peluang juga muncul krisis yang mendera sektor properti dan infrastruktur.
Dia menyebut saat ini sektor properti menjadi salah satu yang paling terpukul dan banyak perushaan properti yang melakukan penjualan aset sehingga terjadi koreksi harga terhadap aset properti.
Menurutnya, kondisi ini dapat menjadi peluang yang menarik terutama bagi yang memiliki horizon investasi jangka panjang, untuk mulai berinvestasi pada KIK dana investasi real estate (DIRE).
Sementara bagi sektor infrastruktur, sikap pemerintah yang memfokuskan alokasi APBN untuk penanganan dan pemulihan dampak pandemi tak ayal berpengaruh terhadap pembiayaan infrastruktur sehingga dibutuhkan alternatif pendanaan lain.
“Ini merupakan peluang juga yang dapat digunakan dalam industri ini, dalam pengembangan dana KIK Dana Infrastruktur atau Dinfra, ini bisa dalam bentuk debt maupun equity,” tuturnya.