Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja Grup Salim disebutkan masih akan ditopang oleh pendapatan mesin pencetak uang utamanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP).
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2020, ICBP mencatatkan pertumbuhan laba bersih 31,2 persen secara tahunan menjadi Rp3,38 triliun. Adapun, pertumbuhan laba bersih disebabkan oleh kenaikan penjualan 4,14 persen secara tahunan menjadi Rp23,05 triliun.
Induk perseroan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) juga mencatatkan kenaikan laba bersih 11,68 persen secara tahunan menjadi Rp2,84 triliun. Sementara, penjualannya juga ikut meningkat tipis 2,01 persen menjadi Rp39,38 triliun.
Anthoni Salim, Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood mengatakan meskipun kondisi global saat ini penuh dengan tantangan, Indofood dapat terus melanjutkan kinerja yang positif di sepanjang semester pertama tahun 2020.
“Kondisi pasar yang menantang ini diperkirakan masih akan berlanjut ke semester kedua tahun 2020, sehingga kami akan terus memelihara kelangsungan pasokan dan kualitas produk bagi para konsumen, serta meningkatkan daya saing kami dan menjaga kesehatan para karyawan,” ungkapnya dikutip dari rilis pers, Rabu (3/8/2020).
Dia juga menekankan perseroan akan tetap meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi secara cepat pada dinamika pasar yang terus berubah dan daya saing.
Baca Juga
Di sisi lain, emiten perkebunan Grup Salim PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. atau Lonsum berhasil membukukan kenaikan signifikan dari pos laba bersih hingga 778,51 persen pada semester I/2020.
Emiten berkode saham LSIP itu membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas pemilik induk sebesar Rp91,98 miliar. Padahal, perseroan mencatatkan penurunan pendapatan 1,88 persen dari posisi Rp1,59 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp1,56 triliun pada semester I/2020.
Presiden Direktur Lonsum Benny Tjoeng mengatakan pada semester pertama tahun ini, perseroan mencatat kinerja keuangan positif terutama seiring kenaikan average selling price atau ASP produk sawit.
“Produksi inti kami terutama dipengaruhi oleh kegiatan penanaman kembali pohon-pohon tua yang kurang produktif di Sumatera Utara, cuaca kemarau di semester kedua 2019 dan curah hujan tinggi di semester pertama tahun 2020,” ungkapnya dalam siaran pers Kamis (30/7/2020).
Menurutnya, industri perkebunan diperkirakan akan tetap kompetitif dan menantang. Walhasil, perseroan akan terus memperkuat posisi keuangan, pengendalian biaya, peningkatan produktivitas, memprioritaskan belanja modal pada aspek-aspek yang memiliki potensi pertumbuhan serta berfokus pada praktik-praktik agrikultur yang baik dan dikelola secara berkelanjutan.
Prospek Saham
Analis FAC Sekuritas, Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan performa emiten di bawah payung Grup Salim termasuk cukup solid di tengah pandemi Covid-19 dibandingkan group emiten lain yang mengalami penurunan performa.
“Kinerja Grup Salim tersebut memang didorong oleh sektor food & beverages. Membaiknya harga CPO juga ikut mendorong bottom line dari Grup Salim, tercermin dari kinerja LSIP yang tentu diimbangi dengan efisiensi,” terangnya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Melihat dari prospeknya pada semester kedua tahun 2020, Wisnu sendiri mengatakan prospek emiten perkebunan Grup Salim masih akan menarik namun pihaknya belum merekomendasikan beli saham emiten perkebunan Grup Salim karena valuasi harganya yang sudah sangat tinggi.
“Kedepannya kinerja Grup Salim masih akan ditopang oleh ICBP dan menurut saya performanya masih solid. Target harga saham ICBP masih bisa ke Rp10.500 dan INDF ke Rp7.100,” sambungnya.
Senada, analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi mengatakan kinerja Grup Salim sejatinya didorong oleh kontribusi entitas anaknya ICBP.
“Menurut saya, ICBP driver utama karena banyak masyarakat panic buying mie instant selama pandemi,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Penjualan groseri, lanjutnya, meningkat tajam karena pengeluaran masyarakat untuk makanan di luar rumah menurun semasa pandemi yang pada akhirnya meningkatkan kinerja keuangan ICBP.
Berdasarkan publikasi risetnya baru-baru ini, Michael lebih merekomendasikan saham INDF dibandingkan ICBP karena induk usahanya tersebut dianggap memiliki valuasi jauh lebih murah.
Menurutnya, INDF akan dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO, sedang ICBP akan diuntungkan sewaktu harga komoditas gandum dan CPO yang melemah.
Dengan begitu, Michael merekomendasikan beli saham INDF dengan target harga Rp8.200 mempertimbangkan proyeksi price-to-earning ratio sebesar 11,7 kali dan price-to-book ratio sebesar 1,3 kali hingga akhir 2020.
Untuk saham ICBP, dia memberikan rating netral dengan target harga Rp10.000 dikarenakan proyeksi upside yang lebih rendah dibandingkan INDF dan price to earning ratio sebesar 20 kali hingga akhir 2020.
Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas Mimi Halimin menyatakan laba bersih ICBP berada di atas ekspektasi sekuritas melihat dari data keuangan ICBP pada kuartal kedua tahun ini yakni sebesar Rp1,4 triliun, naik 12,8 persen secara tahunan dan turun 29,6 persen secara kuartalan.
“Laba bersih semester pertama ICBP dianggap masih di atas ekspektasi, realisasi 63,6 persen dari estimasi laba kami dan 60,3 persen dari estimasi laba konsensus untuk keseluruhan tahun 2020,” tulis Mimi dalam publikasi risetnya, Senin (3/8/2020).
Sekuritas menilai penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berdampak pada perlambatan ekonomi pada periode kuartal dua tahun 2020. Hal ini tercermin dari perolehan pendapatan ICBP sebesar Rp11 triliun, tumbuh 1,5 persen secara tahunan tetapi menurun 8 persen secara kuartalan.
Sampai dengan saat ini, Mimi masih mempertahankan rekomendasi beli saham ICBP dengan target harga Rp11.900. Baginya, kinerja ICBP pada paruh pertama tahun ini masih optimal di tengah kondisi yang menantang pada tahun ini.