Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia kian dekat dengan ancaman resesi, menyusul sejumlah negara yang tekah resmi mengalaminya seperti seperti Amerika Serikat, Jerman, Korea Selatan, Spanyol, hingga Singapura. Bagaimana prospek kinerja investasi reksa dana di tengah kondisi ini?
Berdasarkan riset mingguan Infovesta Utama, kinerja investasi kolektif atau reksa dana sepanjang tahun berjalan masih cenderung tertekan dan belum berhasil bangkit dibandingkan kondisi akhir tahun lalu.
Kinerja reksa dana saham masih menjadi yang paling buncit dengan return -22,24 persen. Kemudian reksa dana campuran -10,07 persen, reksa dana pendapatan tetap 3,34 persen dan reksa dana pasar uang 2,72 persen.
Kemudian, bagaimana sebenarnya prospek investasi reksa dana? Tim riset Infovesta menuturkan bagi investor yang ingin berinvestasi pada reksa dana berbasis saham, masih perlu berhati-hati karena ketidakpastian ekonomi.
Pasalnya, ketidakpastian tersebut tidak hanya disebabkan oleh pandemi, tapi oleh kondisi global lainnya yang dapat memberikan sentimen negatif terhadap pasar modal seperti contohnya perang dagang antara Amerika dan China, pemilihan predisen Amerika, serta isu global lainnya.
“Di sisi lain, penurunan yang terjadi di sepanjang tahun 2020 mengakibatkan valuasi saham menjadi sangat murah sehingga memberikan peluang bagi investor untuk jangka waktu yang lebih panjang,” tulis Infovesta dalam publikasi risetnya, Senin (3/8/2020).
Baca Juga
Sementara itu, untuk reksa dana pendapatan tetap masih menarik, didukung oleh tingkat suku bunga The Fed yang terjaga di level rendah 0 – 0,25 persen. Ini memperkuat sinyal bahwa Indonesia juga masih tetap mempertahankan tingkat suku bunga di level rendah.
Sebagai informasi pada tanggal 16 Juli 2020, BI 7-Days Reverse Repo Rate telah dipangkas sebesar 25 bps ke level 4%. Tingkat suku bunga acuan ini mencapai level terendah setidaknya sejak tahun 2016.
Terlebih lagi, masih ada ruang penurunan suku bunga bagi Indonesia karena tingkat inflasi year on year yang rendah yaitu 1,96 persen, tterendah sejak Mei 2000. Akan tetapi, penurunan ini cenderung terbatas karena kekhawatiran akan pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah.
Selanjutnya, persepsi risiko investasi dari asing terhadap investasi di pasar obligasi Indonesia sendiri yang tercermin dalam 5 years CDS mengalami tren penurunan sebesar 6,49 persen selama satu bulan ke level 115,97 pada 2 Agustus 2020 lalu.
Namun, pihak asing sendiri masih cenderung menahan capital outflow untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia yang terlihat pada kepemilikan SBN oleh asing meningkat hanya sebesar Rp6,31 T selama bulan Juli 2020.
“Oleh karena itu, peluang kenaikan Reksa Dana berbasis Pendapatan Tetap lebih terbatas,” ungkap Infovesta.
Terakhir, bagi yang berminat masuk ke Reksa Dana Pasar Uang, tentunya reksa dana jenis ini dapat diandalkan pada kondisi saat ini karena likuiditasnya yang tinggi serta memiliki tingkat risiko yang paling kecil diantara jenis reksa dana lainnya.
Akan tetapi, di tengah ancaman resesi ekonomi, bukan berarti investor harus menarik seluruh uangnya dan menyimpannya “di bawah bantal”, melainkan investor perlu melihat adanya peluang dengan tetap memilih jenis investasi yang paling tepat yang sesuai dengan profil risiko yang dimiliki.
“Investor masih bisa melirik produk reksa dana mana yang memiliki potensi rebound dalam underlying investasinya seperti investasi pada reksa dana berbasis pendapatan tetap dalam jangka pendek,” tutup Infovesta.