Bisnis.com, JAKARTA — PT Schroder Investment Management Indonesia atau Schroders Indonesia menilai aset Surat Utang Negara (SUN) lebih menarik dijadikan aset dasar produk reksa dana ketimbang surat utang korporasi.
Pasalnya, pada masa pandemi ini surat utang korporasi masih dibayang-banyangi risiko kredit.
Irwanti, Direktur Investasi Schroders Indonesia, menyampaikan strategi pengelolaan reksa dana yang diambil manajer investasi asal Inggris tersebut masih defensif dengan fokus ke SUN tenor pendek.
“Kami lebih fokus di SUN dengan mempertahankan strategi defensif dan durasi yang dipertahankan rendah mengingat masih ada beberapa resiko menunggu kedepannya,” kata Irwanti kepada Bisnis baru-baru ini.
Dirinya menjelaskan kenaikan pasar SUN memang cukup signifikan pada kuartal II/2020 didorong oleh likuiditas yang besar dari sistem perbankan.
Pada periode April—Juni,, imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun telah turun menjadi 7,2 persen dari 7,9 persen dengan aliran modal masuk asing (foreign capital inflow) senilai US$1,2 miliar.
Baca Juga
“Kami melihat pasar obligasi masih akan memberikan peluang kinerja yang lebih baik di kuartal ketiga,” imbuh Irwanti.
Adapun penopang pasar obligasi ke depannya berasal dari kebijakan yang lebih konkret dari pemerintah mengenai pembiayaan defisit, nilai tukar rupiah yang membaik, optimisme pengembangan vaksin Covid-19, serta aktivitas bisnis yang membaik pascapembukaan kembali ekonomi.
Kebutuhan pembiayaan pemerintah tetap tinggi pun disebut berpotensi memberikan kenaikan terbatas di obligasi bertenor pendek dan menengah. Apalagi, dengan adanya skema burden sharing antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga telah memberi kepastian kepada investor.
Di sisi lain, Irwanti mengingatkan, tetap ada risiko seperti defisit fiskal, tensi geopolitik, dan wabah lanjutan Covid-19 yang akan dicermati investor sebelum masuk ke pasar SUN.