Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan logam, PT Timah Tbk., memanfaatkan momentum penguatan harga timah dunia untuk memperbaiki kinerja perseroan pada paruh kedua tahun ini.
Sekretaris Perusahan Timah Abdullah Umar mengatakan bahwa di tengah banyak tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19 perseroan akan terus mencari upaya strategis menyiasati bisnis industri timah yang belum sepenuhnya pulih.
Dia menjelaskan bahwa perseroan akan memanfaatkan backlog atau persedian timah setengah jadi untuk dilebur kembali menjadi logam timah dengan spesifikasi standar London Metal Exchange (LME).
“Kami memiliki inventory backlog, peningkatan proses peleburan dari inventory backlog yang ada akan mengurangi inventory dan tentunya akan menambah produksi logam yang siap dijual,” ujar Umar kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Strategi itu pun akan digenjot perseroan sembari memanfaatkan momentum kenaikan harga timah global yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Dengan demikian, emiten berkode saham TINS itu dapat memperbaiki kinerjanya setelah pada enam bulan pertama tahun ini mencatatkan rugi bersih.
Untuk diketahui, berdasarkan data Bloomberg, harga timah di bursa LME telah menguat 4,2 persen sepanjang tahun berjalan 2020. Pada penutupan perdagangan Jumat (31/7/2020), harga timah naik 0,52 persen ke level US$17.897 per ton.
Baca Juga
Harga timah telah naik lebih dari 30 persen dari level terendahnya pada akhir Maret 2020 di posisi US$13.250 per ton.
Di sisi lain, pada semester I/2020 emiten tambang pelat merah ini masih membukukan rugi bersih Rp390 miliar. Realisasi itu kontras dengan semester I/2019 saat TINS berhasil meraih laba Rp205,2 miliar.
Penurunan itu pun sejalan dengan kinerja pendapatan pada paruh pertama tahun ini yang hanya dapat dikantongi perseroan sebesar Rp7,97 triliun. Pencapaian itu lebih rendah 18,48 persen dibandingkan dengan pendapatan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp9,78 triliun.
Direktur Keuangan Timah Wibisono mengatakan bahwa jika dilihat dari dari perspektif kuartal ke kuartal, pemulihan kinerja sudah mulai tampak pada kuartal II/2020, di antaranya Gross Profit Margin(GPM) perseroan yang naik menjadi +3,1 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya -4 persen.
Adapun, pada kuartal kuartal II/2020 perseroan berhasil menurunkan rugi bersihnya menjadi Rp390,07 miliar dari kuartal sebelumnya yang merugi hingga Rp412,86 miliar. Selain itu, Net Profit Margin(NPM) naik menjadi -4,9 persen dari sebelumnya -9,4 persen.
Dia pun menjelaskan bahwa neraca keuangan perseroan sudah berangsur prima seiring dengan kenaikan signifikan pada arus kas operasi menjadi Rp3,17 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu minus Rp3,33 triliun.
“Membaiknya cash flow operasi merupakan indikator sehatnya finansial emiten, sehingga TINS mampu membayar sebagian kewajiban jangka pendeknya. Posisi utang bank jangka pendek mampu turun 37 persen menjadi Rp5,56 triliun dibandingkan dengan Rp8,79 triliun pada akhir 2019,” ujar Wibisono.