Bisnis.com, JAKARTA – Emiten farmasi PT Phapros Tbk. (PEHA) menganggarkan belanja modal lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni hanya berkisar Rp50 miliar.
Direktur Keuangan Phapros Heru Marsono menyatakan sepanjang tahun 2017 hingga 2019, perseroan sudah berinvestasi cukup besar dalam hal pengembangan bisnis secara organik maupun anorganik.
“Peningkatan kapasitas produksi di beberapa lini termasuk akuisisi pabrik farmasi lain PT Lucas Djaja itu juga cukup besar di tahun 2017-2019. Jadi, di tahun 2020 ini kita fokus ke pengelolaan GMP (Good Manufacturing Practices),” kata Heru, dalam paparan publik virtual perseroan, Selasa (28/7/2020).
Terkait peluncuran produk, Direktur Produksi Phapros Syamsul Huda mengatakan hingga Juli 2020, perseroan sudah menelurkan 7 produk terbaru termasuk di dalamnya cephalosporin, bonefill dan stem cell sebagai anti-aging.
Adapun, Syamsul juga akan menyatakan perseroan sedang menyiapkan produk vitamin C injeksi yang diperuntukkan bagi pertahanan antibodi pasien Covid-19.
“Disamping itu juga kita akan mengeluarkan produk baru yang berhubungan dengan syaraf yang akan melengkapi target peluncuran 12 produk per tahun,” sambung Syamsul.
Baca Juga
Di sisi lain, Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko mengatakan terjadi tren peningkatan total market size pada sektor farmasi di Indonesia. Peningkatan market size tersebut melonjak dari tahun 2016-2019 sebesar Rp65,9 triliun menjadi Rp88,36 triliun yang menunjukkan tingginya permintaan dan konsumsi obat-obatan.
Di lihat dari pangsa pasarnya, Hadi menyatakan pangsa pasar tersebut sangat tersegmentasi karena industri farmasi terdiri dari lebih dari 250 perusahaan dalam artian setiap perusahaan memiliki pangsa pasar tidak lebih dari 6 persen.
“Kita memang sudah membidik pasar ekspor dan realisasinya kita sudah ekspor ke Myanmar dan Afganistan dan beberapa negara lainnya,” tutupnya.