Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tengah memutar otak untuk tetap memenuhi kewajiban pembayaran kontrak investasi kolektif efek beragun aset setelah terdapat penundaan pembayaran cicilan pokok periode Juli 2020.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) harus menghentikan sementara Efek Beragun Aset (EBA) Mandiri GIAA01 Kelas A mulai perdagangan sesi pertama Senin (27/7/2020). Keputusan itu diambil setelah terdapat penundaan atas pembayaran amortisasi pokok senilai Rp360 miliar.
Garuda Indonesia melakukan perjanjian dengan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) EBA Mandiri GIAA01 untuk menerbitkan surat berharga hak atas pendapatan penjualan tiket penerbangan rute Jeddah dan Madinah berjangka 5 tahun dengan nilai Rp2 triliun pada 22 Juni 2018. Surat berharga itu terdiri atas EBA Kelas A senilai Rp1,8 triliun dan EBA Kelas B Rp200 miliar.
Adapun, pembayaran pokok EBA Kelas A senilai Rp360 miliar per tahun. Imbal hasil investasi tetap sebesar 9,75 persen per tahun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa penghentian perdagangan EBA Mandiri GIAA01 sebagai tindak lanjut dari penundaan pembayaran EBA periode Juli 2020. Emiten berkode saham GIAA itu mengungkapkan tekanan likuiditas perseroan sebagai dampak kondisi pandemi Covid-19.
Baru-baru ini, GIAA melaporkan cash flow yang ada di perusahaan hanya sekitar US$14,5 juta per 1 Juli 2020. Sementara itu, pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$1,313 miliar dan utang usaha serta pajak US$905 juta.
Baca Juga
Kendati demikian, Irfan menyatakan GIAA berkomitmen untuk tetap memenuhi kewajiban pembayaran KIK EBA. Sebagai bentuk keseriusan, perseroan telah melakukan pembayaran sebagian.
“Garuda Indonesia telah melakukan pembayaran sebagian kewajiban pokok EBA kelas A beserta hasil investasi EBA kelas A periode Juli 2020 yang disesuaikan dengan kondisi likuiditas perseroan saat ini,” jelasnya saat dihubungi, Senin (27/7/2020).
Dia menyebut pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap kinerja operasional. Pendapatan turun hingga 90 persen sebagai imbas penurunan permintaan layanan penerbangan dan kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat serta penerbangan saat pandemi.
“Salah satunya dengan adanya penutupan layanan penerbangan umrah sejak Maret 2020,” ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2020, penerbangan berjadwal yang menjadi kontributor utama pendapatan usaha perseroan turun 29,23 persen menjadi US$654,52 juta. Amblasnya kontribusi lini itu membuat total pendapatan turun dari US$1,09 miliar kuartal I/2019 menjadi US$768,12 juta per akhir Maret 2020.
Irfan mengatakan GIAA juga tengah membuka komunikasi bersama pemegang EBA melalui PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) selaku manajer investasi Kontrak Investasi Kolektif (KIK) EBA Mandiri GIAA01. Hal itu terkait penyelesaian sisa kewajiban pembayaran KIK EBA periode Juli 2020.
Sementara itu, Direktur Utama Mandiri Manajemen Investasi Alvin Pattisahusiwa mengatakan KIK EBA GIAA01 telah menerima penyerahan pendapatan dari GIAA senilai pembagian imbal hasil investasi KIK EBA Kelas A pada 16 Juli 2020 dan akan didistribusikan pada 27 Juli 2020. Adapun, penyerahan pendapatan untuk pelunasan bertahap pokok EBA Kelas A belum diterima di rekening KIK EBA GIAA01.
Alvin menjelaskan bahwa terdapat tenggang waku 90 hari sejak keterlambatan untuk pelunasan bertahap pokok EBA Kelas A. Mandiri Investasi akan tetap melakukan penagihan kepada Garuda Indonesia sebagai penerbit surat berharga.
“Sehubungan dengan jaminan pembayaran pokok EBA Kelasa A, Mandiri Investasi akan melakukan pengajuan klaim kepada PT Asuransi Kredit Indonesia [Persero] sebagai penyedia penjamin pembayaran pendapatan penjualan tiket,” jelasnya.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai keterlambatan pembayaran kewajiban akan kembali mencoreng pasar surat berharga. Apalagi, GIAA merupakan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
“Garuda harus membuat kenyamanan investor kembali pulih dengan pernyataan maupun public expose tentang kemampuan mereka melunasi kewajibannya,” jelasnya.
Ramdhan menilai batalnya keberangkatan haji dari Indonesia tahun ini akhirnya mempengaruhi pemenuhan kewajiban KIK EBA milik GIAA. Perseroan menurutnya harus membuat rencana penyelesaian.