Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan jaringan telekomunikasi PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) akan menerbitkan sukuk ijarah Rp277 miliar.
Moratelindo berencana untuk menerbitkan dan mencatatkan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Moratelindo Tahap II Tahun 2020 dengan jumlah pokok Sisa Imbalan Ijarah sebesar Rp277 miliar. Berdasarkan prospektus perseroan, sukuk ijarah akan diterbitkan dalam 2 seri.
Seri A dalam jumlah sebesar Rp191 miliar dengan tenor3 tahun dan Seri B senilai Rp86 miliar dengan tenor selama 5 tahun. Perseroan akan mencicil sukuk ijarah seri A mencapai Rp20,05 miliar per tahun sedangkan Seri B Rp9,67 miliar per tahun.
Rencananya, Moratelindo akan menggunakan sekitar 90 persen dana akan digunakan untuk kebutuhan investasi. Diantaranya adalah investasi untuk backbone dan access termasuk dengan perangkat dan infrastruktur pasif dan aktif. Termasuk juga akan digunakan untuk pembangunan Inland Cable, Ducting dan perangkat penunjang baik aktif maupun pasif infrastruktur.
Adapun 10 persen dana akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja. Sebagai informasi, Sukuk Ijarah tidak dijamin dengan jaminan khusus, tetapi dijamin dengan seluruh harta kekayaan Perseroan baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak,
Moratelindo menunjuk PT Bank Bukopin Tbk. sebagai wali amanat penerbitan sukuk ijarah. Sementara itu, PT Pemeringkat Efek Indonesia memberikan status A bagi efek yang akan diterbitkan.
Baca Juga
Perseroan menyatakan risiko usaha yang dihadapi saat ini hanya gangguan jaringan serat kabel optic. Adapun, resiko yang dihadapi investor adalah tidak likuidnya sukuk ijarah tersebut.
Moratelindo akan mulai menawarkan efek pada 30 Juli sampai dengan 6 Agustus 2020. Perseroan menetapkan tanggal penjatahan pada 7 Agustus dan tanggal pencatatan efek pada 12 Agustus.
Sebagai informasi, Moratelindo mencatatkan pendapatan sebesar Rp4,06 triliun turun 12,89 persen dari posisi sebelumnya Rp4,66 triliun. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan Non-Penyelenggara telekomunikasi.
Misalnya penurunan pendapatan konstruksi dari konsesi jasa karena proyek Palapa Ring Barat sudah selesai pada tahun 2018, sehingga Perusahaan hanya mengakui pendapatan konstruksi dari proyek Palapa Ring Timur pada tahun 2019 sesuai dengan penerapan ISAK 16.