Bisnis.com, JAKARTA - Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) menaikkan perkiraan permintaan minyak tahun 2020 kendati tren permintaan masih dibayangi sentimen penyebaran virus corona (Covid-19).
Lembaga yang bermarkas di Paris itu menaikkan perkiraan permintaan minyak tahun ini menjadi 92,1 juta barel per hari (bph), naik sekitar 400.000 bph daripada perkiraannya bulan lalu.
IEA menjelaskan bahwa pelonggaran pembatasan sosial dan kebijakan lockdown di beberapa negara telah mendorong rebound atas permintaan minyak. Hal ini tercermin dari peningkatan pengiriman bahan bakar pada Mei-Juni 2020 dan diperkirakan akan berlanjut pada bulan ini.
“Pasar minyak tidak diragukan lagi memang telah membuat kemajuan. Tetapi lonjakan jumlah kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir adalah pengingat bahwa pandemi masih tidak terkendali dan risiko terhadap prospek mungkin akan kembali ke arah downside,” tulis IEA seperti dikutip dari publikasi laporan bulanannya, Minggu (12/7/2020).
Untuk diketahui, pada penutupan Jumat (10/7/2020), harga minyak WTI naik 2,35 persen ke posisi US$40,55 per barel di Bursa New York. Sementara itu, harga minyak jenis brent naik 2,10 persen ke level US$43,24 per barel di Bursa London.
IEA juga menjelaskan kendati pasar minyak secara keseluruhan pulih, aktivitas penyulingan minyak pada tahun ini akan turun lebih daripada yang diperkirakan pada bulan lalu. Pertumbuhan baru akan terjadi pada 2021 dalam skala yang kecil.
Baca Juga
Permintaan produk turunan minyak pada 2021 kemungkinan akan menjadi 2,6 juta barel per hari, yaitu di bawah tingkat pada 2019. Pelemahan permintaan berasal dari minyak tanah dan bahan bakar jet seiring dengan tren penurunan penerbangan.
"Untuk penyuling, setiap manfaat dari peningkatan permintaan kemungkinan akan diimbangi oleh ekspektasi pasar bahan baku yang lebih ketat ke depan. Margin penyulingan juga akan ditantang oleh stok produk utama yang menggantung dari kuartal kedua 2020 yang sangat lemah," jelas IEA.
Di sisi pasokan, IEA mengatakan bahwa OPEC+ termasuk Rusia, telah menunjukkan kepatuhan hingga 108 persen dari pakta pengendalian output untuk menjaga keseimbangan pasar.
Pemotongan produksi yang didorong oleh harga juga memengaruhi produsen lain, terutama AS, meskipun pasokan AS diperkirakan akan pulih perlahan pada paruh kedua 2020. Adapun pengangkatan force majeure pada ekspor minyak mentah Libya dapat menambah 900.000 barel per hari ke pasar global pada akhir tahun ini.