Bisnis.com, JAKARTA — Porsi surat utang badan usaha milik negara (BUMN) terpantau terus naik dari tahun ke tahun dibandingkan dengan swasta.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, sepanjang semester I/2020, porsi penerbitan surat utang korporasi oleh perusahaan BUMN termasuk anak dan cucu usahanya mencapai Rp14,6 triliun, turun 56,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun demikian, secara akumulasi porsi surat utang korporasi BUMN terhadap total outstanding surat utang korporasi tercatat meningkat dari tahun ke tahun. Per akhir Juni 2020, obligasi korporasi tercatat memiliki porsi 59,1 persen dari total outstanding.
Adapun pada 2019 lalu porsi obligasi korporasi BUMN mencapai 57,9 persen. Kemudian pada 2018 tercatat sebesar Rp51,8 persen, sedangkan pada 2017 porsinya sebesar 51,2 persen.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan perusahaan pelat merah dan anak-anaknya memang kian mendominasi penerbitan surat utang korporasi.
“Memang trennya terakhir-terakhir ini sangat tinggi kontribusinya,” ujarnya saat paparan Perkembangan Surat Utang Korporasi di Indonesia, Jumat (10/7/2020).
Baca Juga
Menurutnya, tren tersebut tak terlepas dari kebutuhan dana segar BUMN seperti untuk proyek pembangunan infrastruktur dan lainnya.
Di sisi lain, Salyadi menilai dari pihak investor juga banyak yang lebih menggemari surat utang yang diterbitkan oleh BUMN.
“Appetite dari para investor untuk lebih nyaman kalau membeli surat utang BUMN dibanding swasta,” imbuhnya.
Terpisah, Direktur Investment Banking Capital Market Danareksa Sekuritas Boumedine Sihombing mengatakan pihaknya telah mengantongi setidaknya 10 mandat penerbitan surat utang di paruh kedua tahun ini, dengan target efektif sebelum akhir Agustus 2020.
Dari jumlah tersebut, kata Boumedine, sebagian besar emiten berasal dari kalangan BUMN. Adapun untuk nilai emisinya beragam, dengan size terbesar di kisaran Rp1 triliun hingga Rp4 triliun.
“Kebanyakan issuer adalah BUMN, sektor keuangan. Sekarang perusahaan non keuangan [juga] sudah mulai lebih banyak,” ungkapnya.
Dia menuturkan pada semester I/3030 khususnya sekitar bulan Maret hingga April terjadi kenaikan yield yang signifikan di pasar obligasi, sehingga banyak rencana penerbitan surat utang yang tertahan.
Namun, jelas Boumedine, jelang Mei kondisi pasar mulai membaik, sehingga jumlah kesepakatan untuk penjaminan emisi surat utang juga bertambah dan besaran nilai obligasi yang disepakati juga meningkat secara signifikan.