Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Minyak Sawit Malaysia atau Malaysian Palm Oil Council (MPOC) memperkirakan harga crude palm oil (CPO) akan naik menjadi MYR2.594 per ton atau setara US$605 per ton.
Dikutip dari Bloomberg, MPOC optimistis harga bakal naik pada semester II/2020 hingga nilai rata-rata menjadi MYR2.337 pada akhir tahun. Menurut produsen CPO kedua terbesar di dunia itu, peningkatan harga komoditas dapat terjadi bila Indonesia dan Malaysia melanjutkan mandat biodiesel dan produksi minyak nabati Eropa melandai.
Dengan begitu, akan membuka jalan bagi pembeli untuk beralih ke minyak kelapa sawit. Harga CPO di Bursa Berjangka Malaysia, sekarang diperdagangkan sekitar MYR2.318 ringgit sedangkan pada periode yang sama tahun lalu kurang dari MYR2.000 per ton.
Meski demikian, Analis veteran Dorab Mistry mengatakan tahun ini adalah musim yang kejam untuk minyak kelapa sawit. Pasalnya, harga telah turun 23 persen sepanjang tahun ini dibandingkan dengan pesaingnya minyak kedelai yang turun 18 persen.
“Kekhawatiran tentang gelombang baru infeksi virus, penguncian yang diperpanjang di beberapa negara dan munculnya kembali gesekan perdagangan antara AS dan China mungkin menjadi sentimen negatif. Hal ini yang sedang diwaspadai pasar,” katanya pada Kamis (2/7/2020).
Di sisi hulu, dampak cuaca kering dan pengurangan pemakaian pupuk oleh petani tahun lalu telah berdampak hingga tahun 2020 karena mengganggu produksi buah sawit. Oleh sebab itu, panen musiman sebesar 60 persen dari total produksi selama 1 tahun pada paruh kedua kemungkinan bakal terkoreksi.
Baca Juga
Direktur PT Asian Agri Fadhil Hasan mengatakan produksi minyak sawit mentah Indonesia mungkin akan turun 1 juta hingga 2 juta ton dibandingkan dengan tahun lalu 44 juta ton. Joko Supriyono, Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia menambahkan memasuki era normal baru, pelaku usaha harus berevolusi menjadi operasi yang lebih efisien karena ini adalah industri padat karya.
“Pandemi adalah pemicu bagi industri untuk berubah. Kita tidak dapat lagi menikmati margin yang baik, dan untuk dapat bertahan di pasar mana pun kita harus menjadi lebih hemat biaya,” ujarnya.
Sementara itu, MPOC memperkirakan produksi di Malaysia dapat turun 4,3 persen menjadi 19 juta ton karena tekanan biologis pada pohon dan pasokan tenaga kerja yang terbatas. Sathia Varqa, pemilik Palm Oil Analytics di Singapura mengatakan konsumsi minyak nabati akan kembali begitu juga dengan permintaan oleokimia yang akan meningkat karena penggunaan dalam produk-produk kebersihan pribadi.
“Malaysia siap untuk mendapatkan keuntungan karena India dan Cina terbuka. Selain itu harga relatif lebih rendah dari kurs Indonesia dan hubungan perdagangan antara Malaysia dan India sedang memanas,” imbuhnya.
Di sisi lain, James Fry, ketua LMC International mengatakan pasar global masih menghadapi kelebihan pasokan di atas 3 juta ton pada akhir tahun. Pasalnya, permintaan biodiesel masih kecil karena banyak turis menghindari perjalanan keliling dunia.
Howie Lee, Ekonom OCBC Bank Singapura mengatakan keinginan Indonesia untuk mempertahankan mandat B30 juga dipertaruhkan. Kementerian Perdagangan Indonesia sekarang memperkirakan konsumsi biofuel mendekati 8 juta kiloliter turun dari target 9,6 juta kiloliter pada awal tahun.
Selain itu, Malaysia telah menunda mandat B20 di beberapa bagian negara itu karena pandemi menunda dorongan infrastruktur yang diperlukan untuk penggunaan bahan bakar nabati yang lebih tinggi.
Harga minyak akan sangat penting bagi kelapa sawit dalam beberapa bulan mendatang dan investor akan mengawasi setiap langkah aliansi OPEC + untuk membatasi produksi. Harga bahan yang lebih tinggi akan membantu mengurangi diskon minyak kelapa sawit dan dapat menghidupkan kembali pencampuran biodiesel kelapa sawit.