Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja indeks harga saham gabungan sepanjang periode berjalan semester I/2020 menjadi yang terendah dalam 18 tahun terakhir.
Berdasarkan data yang Bloomberg, indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat 0,07 persen atau 3,574 poin ke level 4.905,392 pada Selasa (30/6/2020). Pergerakan indeks tercatat mengalami koreksi 22,13 persen sepanjang periode berjalan semester I/2020.
Data yang dihimpun melalui Bloomberg menunjukkan koreksi IHSG itu menjadi yang terendah sejak semester I/2002. Dalam 18 tahun terakhir, koreksi IHSG hanya terjadi pada semester I/2008 sebesar 14,44 persen, semester I/2015 sebesar 6,05 persen, dan semester I/2018 sebesar 8,75 persen.
Sisanya, IHSG mampu menguat pada periode pertama enam bulan setiap tahunnya pada rentang 2002—2020. Penguatan indeks terbesar tercatat 49,53 persen pada semester I/2009.
Selain mencatatkan penurunan terendah, kinerja IHSG juga menjadi yang terendah dibandingkan dengan indeks lain di kawasan Asia Pasifik secara year to date (ytd). Koreksi 22,13 persen secara ytd lebih dalam dari beberapa indeks regional seperti NIKKEI, Hang Seng, dan Kospi.
Analis PT Kresna Securities Etta Rusdiana Putra mengatakan pasar sudah minim katalis pada semester I/2020. Menurutnya, pelaku pasar tengah menunggu data kinerja aktual.
Baca Juga
Di sisi lain, Etta menyebut risiko penyebaran pandemi Covid-19 masih cukup tinggi. Akan tetapi, pengobatan untuk virus itu kini lebih efektif dibandingkan dengan fase awal.
“Perbedaan horizon ini membuat pasar masih kesulitan menembus level 5.000,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa laju IHSG tertahan di level 5.000 disebabkan perbedaan persepsi valuasi antara 2020 dan 2021. Menurutnya, pelaku pasar dihadapkan kepada pilihan bertahan dengan valuasi 2020 atau bergeser kepada valuasi 2021.
“Jika melakukan rollover pada valuasi 2021 atau bahkan 2022, masih terdapat diskon yang menarik. Namun, jika kita bertahan dengan valuasi kinerja 2020 indeks IDX30, maka diskon yang ditawarkan menjadi lebih terbatas,” paparnya.
Sebelumnya, Analis PT Panin Sekuritas Tbk. Nico Laurens menyebut jebloknya kinerja IHSG dibandingkan dengan indeks lain di regional akibat kasus Covid-19 di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Penyebaran pendemi itu di dalam negeri melewati Singapura, Filipina, dan Malaysia.
Di sisi lain, Nico menjelaskan bahwa volatilitas IHSG meningkat belakangan ini. Kondisi itu menurutnya disebabkan oleh porsi investor di kategori domestik ritel.
“Investor di kategori domestik ritel yang memiliki behaviour trading jangka pendek dan spekulatif,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga melihat downside risk perbaikan ekonomi di Indonesia masih tinggi ke depan. Proyeksi itu sejalan dengan sejumlah faktor.
Pertama, rilis data kepercayaan bisnis dan konsumen yang masih lemah. Kedua, potensi depresiasi rupiah karena terbatasnya ruang stimulus bank sentral di dunia. Ketiga, masih meningkatnya kasus Covid-19 di dalam negeri.
Pergerakan IHSG Semester I 2002—2020
Kinerja IHSG Semester I | Pergerakan (%) |
2002 | 28,81 |
2003 | 18,95 |
2004 | 5,85 |
2005 | 12,21 |
2006 | 12,69 |
2007 | 18,48 |
2008 | -14,44 |
2009 | 49,53 |
2010 | 14,96 |
2011 | 4,99 |
2012 | 3,49 |
2013 | 11,63 |
2014 | 14,14 |
2015 | -6,05 |
2016 | 9,22 |
2017 | 10,06 |
2018 | -8,75 |
2019 | 2,65 |
2020 | -22,13 |
Sumber: Bloomberg