Bisnis.com, JAKARTA - Sepanjang pekan ini rupiah cenderung bergerak melemah melawan dolar AS, dan telah menjadi kinerja mingguan mata uang terburuk di Asia. Lalu bagaimana nasib nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan pekan ini?
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah telah bergerak melemah 0,68 persen terhadap dolar AS pada empat hari perdagangan pekan ini. Kinerja tersebut pun menjadi yang terburuk di antara mata uang Asia lainnya.
Pasalnya, mayoritas mata uang Asia pada pekan ini berhasil bertengger di zona hijau seperti rupee yang menguat 0,63 persen dan baht yang naik 0,53 persen.
Adapun, pada perdagangan Kamis (25/6/2020) rupiah parkir di level Rp14.175 per dolar AS, terkoreksi 0,31 persen atau turun 45 poin.
Sepanjang tahun berjalan 2020, rupiah telah bergerak melemah 2,18 persen.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa rupiah akan bergerak terbatas pada perdagangan akhir pekan ini meskipun masih dikelilingi sentimen negatif. Dia memprediksi rupiah menutup pekan ini di posisi yang sama pada perdagangan Kamis (25/6/2020), yaitu di Rp14.175 per dolar AS.
Baca Juga
Pelaku pasar kembali cemas dengan perkembangan penyebaran Covid-19 yang belum kunjung reda, bahkan di beberapa negara terdapat lonjakan kasus baru. Kenaikan kasus itu akan membuat sejumlah negara kembali menerapkan karantina wilayah (lockdown) meski lingkupnya terbatas.
Akibatnya, prospek pertumbuhan ekonomi global pun diyakini melambat. Padahal, sebelumnya optimisme pasar terhadap pertumbuhan ekonomi global sudah membaik dengan dibukanya kembali roda ekonomi beberapa negara setelah menerapkan lockdown untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Selain itu, pasar juga fokus terhadap rilis prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF akan berada di angka -0,3 persen pada tahun ini. Namun pada tahun berikutnya produk domestik bruto (PDB) RI diperkirakan kembali mencatatkan pertumbuhan lebih dari 6,1 persen.
“Rilis outlook tersebut sudah bisa diprediksi oleh pasar namun outlook yang dirilis oleh IMF merupakan tantangan tersendiri bagi Pemerintah dan Bank Indonesia agar lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan sehingga apa yang ditakutkan oleh IMF tidak terjadi,” tulis Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Jumat (26/6/2020).
Di sisi lain, meskipun pasar terus bergejolak, Bank Indonesia masih tampak optimistis bahwa fundamental ekonomi dalam negeri masih kuat dan stabil. Pemerintah pun tampak tetap menjaga stabilitas politik dan keamanan kondusif, memperpanjang stimulus terutama di bidang kesehatan, BLT dan bansos sampai akhir tahun 2020.
Dengan demikian, daya beli masyarakat diharapkan akan tetap berjalan dan konsumsi masyarakat akan tetap terjaga.