Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara, PT ABM Investama Tbk., menyiapkan dana US$150 juta hingga US$250 juta untuk mengakuisisi tambang baru.
Direktur ABM Investama Adrian Erlangga Sjamsul mengatakan bahwa sejak 2015 perseroan telah mengkaji sebanyak 180 izin usaha pertambangan (IUP) batu bara yang tersebar di seluruh Indonesia untuk diakuisisi.
Emiten berkode saham ABMM itu akan menyiapkan US$150 juta hingga US$250 juta yang akan berasal dari pinjaman perbankan dan ekuitas perseroan.
Adrian pun menegaskan bahwa perseroan belum memiliki rencana untuk menggalang dana melalui pasar modal, seperti aksi rights issue maupun membawa anak usahanya melantai di bursa.
“Akan lebih banyak dari pinjaman perbankan. Kami akan minta support dari perbankan yang insyaallah akan support growth perusahaan,” ujar Adrian saat public expose virtual, Kamis (18/6/2020).
Akuisisi dilakukan sebagai upaya ABMM untuk menambahkan sumber cadangan baru di seluruh Indonesia sebagai modal keberlanjutan usaha perseroan ke depan. saat ini cadangan batu bara perseroan berada di kisaran 250-260 juta ton.
Baca Juga
Adrian mengharapkan akuisisi tersebut dapat terlaksana pada tahun ini dan akan menambahkan setidaknya 70-100 juta ton untuk cadangan batu bara perseroan. ABMM pun menargetkan untuk mengakuisisi tambang berkalori tinggi, yaitu di atas 4.000 kcal.
Adapun, kebutuhan dana akuisisi tersebut di luar alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) yang telah ditetapkan perseroan pada awal tahun ini.
Untuk diketahui, pada tahun ini ABMM mengalokasikan capex sebesar US$90 juta untuk mendukung peningkatan operasional, pemeliharaan peralatan, dan perluasan area kerja.
Namun, capex itu ditunda dan hanya akan direalisasikan sebesar US$45 juta pada tahun ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Di sisi lain, target produksi perseroan pada tahun ini berada di kisaran 15 juta ton. Kendati demikian, dengan banyaknya tantangan bisnis yang muncul pada tahun ini, perseroan memperkirakan realisasi produksi hanya akan mencapai 12 juta hingga 13 juta pada tahun ini.
Pada paruh pertama tahun ini, pandemi Covid-19 yang melemahkan harga batu bara dan membuat beberapa negara tujuan utama ekspor menerapkan kebijakan lockdown menjadi faktor utama realisasi produksi pada tahun ini lebih kecil.
Cuaca buruk yang terjadi pada Mei, juga menjadi alasan utama produksi tidak dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan pada awal tahun ini.