Bisnis.com, JAKARTA – Daya tarik rupiah dan obligasi Indonesia meroket di tengah melonjaknya permintaan untuk aset-aset berimbal hasil lebih tinggi.
Nilai tukar rupiah telah menguat lebih dari 17 persen sepanjang kuartal berjalan, menghapus sebagian besar pelemahan yang dialami pada kuartal I/2020. Sementara itu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun kembali mendekati 7 persen, kisaran level yang dimulainya tahun ini.
“Ekspektasi suku bunga lebih rendah yang bertahan lebih lama di seluruh dunia telah meningkatkan daya tarik obligasi Indonesia,” ujar pakar strategi valuta asing di Malayan Banking Bhd. Yanxi Tan, seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (5/6/2020).
Rebound dalam aset-aset Indonesia kerap dilihat sebagai barometer minat terhadap aset-aset berisiko untuk pasar negara berkembang (emerging market) di Asia.
Kondisi ini juga merupakan tanda antusiasme investor untuk meninggalkan sentimen dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona (Covid-19) dan mencari return.
Pemerintah mencatat rekor jumlah pesanan dalam lelang obligasi pada Selasa (2/6/2020), sementara dana asing juga mulai kembali mengalir masuk.
Baca Juga
Menurut data Kementerian Keuangan, investor asing membukukan aksi beli bersih senilai US$973,2 juta dari obligasi Indonesia sepanjang kuartal berjalan, setelah mencatat aksi jual senilai US$8,61 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar AS mengingat kombinasi dukungan yang telah dilancarkan oleh BI dan pemerintah.
“Dengan sentimen global pada sebagian besar aset berisiko menjadi bullish saat ini, jauh lebih mudah bagi pelaku pasar untuk menyelaraskan diri dengan pandangan bank sentral," lanjut Tan.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (5/6/2020), nilai tukar rupiah ditutup menguat tajam 217 poin atau 1,54 persen ke level Rp13.878 per dolar AS, apresiasi mingguan keempat beruntun.
Sejalan dengan rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pekan ini dengan menguat 0,63 persen atau 31,08 poin ke level 4.947,78, kenaikan mingguan lebih lanjut.
Rally, yang tercermin dalam indeks saham acuan, ini dialami meskipun pemerintah memperingatkan defisit fiskal yang melebar dan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan.
“Pasar mengabaikan kekhawatiran fiskal dan lintasan pertumbuhan yang melemah untuk saat ini, dengan penguatan rupiah didorong oleh pihak otoritas,” tutur ahli strategi pasar negara berkembang di TD Securities, Mitul Kotecha.