Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan obligasi negara ritel akan menjadi alternatif penggalangan dana bagi pemerintah dan pilihan instrumen investasi bagi investor di tengah masa pandemi Covid-19.
Pemerintah mengubah rencana penerbitan surat berharga negara (SBN) ritel. Awalnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana melakukan emisi saving bond ritel (SBR) pada Juni 2020.
Namun, rencana itu berubah dengan mendahulukan penerbitan obligasi negara ritel (ORI). Awalnya, instrumen itu direncanakan akan diterbitkan pada Oktober 2020.
Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah memiliki rencana enam kali penerbitan SBN ritel pada 2020. Dua kali emisi dilakukan pada Januari 2020 dan Februari 2020.
Selanjutnya, pemerintah dijadwalkan akan melakukan penerbitan lagi pada Juni 2020, Agustus 2020, dan dua kali pada Oktober 2020.
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJJPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengungkapkan ada perubahan rencana penerbitan SBR menjadi ORI seri ORI017 pada Juni 2020.
Baca Juga
Menurutnya, perubahan rencana itu berdasarkan masukan dari para pemangku kepentingan terutama dari para dealer utama yang mengindikasikan preferensi para investor lebih memilih ORI.
“Sebagaimana diketahui, dampak Covid-19 membuat kondisi keuangan sebagian anggota masyarakat terganggu. Namun, disisi lain, sebagian anggota masyarakat lainnya justru memiliki ekses likuiditas atau tambahan dana yang bisa diinvestasikan karena belanja pada bulan puasa dan Lebaran relatif rendah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/6/2020).
Kendati memiliki dana untuk investasi, lanjut dia, para investor juga tetap memerlukan dana untuk berjaga-jaga yang bisa digunakan sewaktu-waktu. Oleh karena itu, menurutnya instrumen ORI lebih sesuai karena dapat diperdagangkan atau tradable.
“Fitur dimana investor bisa menjual ORI di pasar sekunder,” ujarnya.
Deni mengatakan detail penerbitan ORI017 akan disampaikan pada pekan kedua Juni 2020 karena masih dalam tahap finalisasi. Sebagai informasi awal, penarawan akan dilakukan dari akhir Juni 2020 hingga awal Juli 2020.
Dia menuturkan penerbitan surat berharga negara (SBN) ritel ini merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan alternatif investasi yang aman dan menguntungkan.
“[Alternatif investasi] untuk masyarakat yang memiliki dana investasi relatif terbatas, mengingat alternatif pada masa pandemi Covid-19 ini relatif terbatas. Langkah ini juga merupakan bagian dari strategi untuk mengembangkan inklusi keuangan,” tuturnya.
Deni mengatakan masih ada rencana penerbitan empat SBN ritel hingga kahir tahun termasuk ORI017. Instrumen itu terdiri atas dua surat utang negara (SUN) ritel konvensional dan dua sukuk ritel.
Secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai instrumen ORI lebih diincar oleh investor ritel dibandingkan dengan SBR. Pasalnya, ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Selain itu, Ramdhan menyebut ORI biasanya menawarkan imbal hasil yang menarik bagi investor. Kupon yang ditawarkan akan berada di atas bunga deposito.
“Setiap penerbitan ORI juga memiliki tema-tema tertentu seperti pembangunan dan pendidikan yang menarik keterlibatan masyarakat untuk berinvestasi sambil membantu pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menyebut terdapat dua keuntungan berinvestasi ORI. Pertama, instrumen itu menurutnya bebas risiko.
Kedua, imbal hasil lebih baik dibandingkan dengan instrumen sejenis. Perbandingan itu terutama dengan bunga deposito sehingga ORI bisa lebih dilirik oleh investor.
Fikri meyakini minat terhadap ORI masih sangat besar di tengah penyebaran pandemi Covid-19. Pasalnya, pilihan instrumen investasi khususnya untuk investor ritel masih terbatas.
“Ditambah risiko pandemi, tentunya investor ritel memiliki kewaspadaan tersendiri untuk memilih instrumen yang menurut mereka aman,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Pemerintah melaporkan realisasi pembiayaan SBN senilai Rp420,8 triliun sejak awal 2020 hingga 20 Mei 2020. Penurunan giro wajib minimum (GWM) perbankan serta penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) telah membantu pembiayaan SBN hingga Rp110,2 triliun.
Dengan realisasi itu, kebutuhan pembiayaan bruto yang tersisa dan harus dipenuhi dari Juni 2020 hingga Desember 2020 mencapai Rp990,1 triliun.
Secara detail, sisa penerbitan SBN itu akan dipenuhi dari lelang SBN di pasar domestik, penerbitan SBN ritel dengan target sebesar Rp40 triliun hingga Rp50 triliun, SBN valas dengan target sebesar US$4 miliar hingga US$7 miliar, private placement, hingga pembelian SBN dengan skema khusus oleh Bank Indonesia (BI) sebagai last resort.