Bisnis.com, JAKARTA – Investor disarankan untuk mulai memangkas kepemilikan saham, setelah reli baru-baru ini, di tengah memanasnya tensi antara Amerika Serikat dan China.
Ahli strategi JPMorgan Chase & Co. Marko Kolanovic mengatakan mengurangi pandangan bullish untuk saham dan memprediksikan penurunan pada pasar saham sementara waktu.
“Kami mengurangi outlook positif kami pada saham dan ingin melihat risiko-risiko politik ini menunjukkan tanda-tanda normalisasi,” tulis Kolanovic dalam sebuah riset kepada klien, seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (29/5/2020).
Meski memperkirakan ketegangan terkait peran China dalam pandemi virus corona (Covid-19) pada akhirnya akan mereda, ia masih melihat penurunan pada pasar saham sementara.
Kolanovic mengimbau investor untuk melakukan pembelian saat terjadi penurunan (buy the dip) pada awal Maret di tengah kondisi pasar bearish. Pandangan bullish ini dipertahankan sejak itu. Pada April, ia mengatakan indeks S&P 500 dapat mencolek kembali rekor level tertinggi sepanjang masanya pada paruh pertama 2021.
Indeks saham acuan AS tersebut, yang telah melonjak 35 persen dari posisi terbawahnya (bottom) pada 2020, siap untuk mencatat kenaikan mingguan ketiga dalam empat pekan dan ditutup di level tertinggi sejak awal Maret pada perdagangan Rabu (27/5/2020).
Penguatan indeks S&P 500 bahkan sempat berlanjut lebih dari 1 persen pada sesi perdagangan Kamis (28/5/2020) di tengah serangkaian data ekonomi yang menunjukkan meredanya dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
Namun, bursa saham AS seketika memangkas habis penguatannya dan berakhir di teritori merah setelah Presiden Donald Trump mengumumkan akan menggelar konferensi pers pada Jumat (29/5/2020) waktu setempat untuk membahas China.
Pengumuman tersebut menjungkirbalikkan sentimen pasar. Investor berspekulasi AS akan mengambil tindakan terhadap China. Meski agendanya tak jelas, tensi AS-China dapat mengganggu narasi rebound ekonomi global yang telah mendongrak pasar.
Para anggota parlemen China sebelumnya telah menentang Presiden Donald Trump dengan menyetujui proposal untuk undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong. Oleh Gedung Putih, langkah ini disebut "kesalahan besar".
Para pedagang pun berhati-hati dengan memanasnya eskalasi antara dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia itu bahkan ketika bursa saham melonjak selama dua hari sebelumnya.
Bagi Kolanovic, pertikaian terbaru antara Washington dan Beijing adalah tanda politisasi epidemi Covid-19, sebuah langkah yang tidak hanya menunda pembukaan kembali ekonomi, tetapi juga mengancam untuk melumpuhkan pemulihan perdagangan global.
“Membuka kembali hanya separuh dari ekonomi tidak akan cukup untuk mendukung perkiraan kami mengenai rekor level tertinggi sepanjang masa pada tahun 2021,” lanjut Kolanivic.
“Di sisi lain, gangguan total rantai pasokan dan perdagangan internasional, terutama antara dua ekonomi terbesar, akan memberi alasan untuk perdagangan saham turun secara drastis,” tandasnya.