Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Harga Minyak Mendingin Akibat Konflik AS-China Memanas

Memanasnya konflik AS-China membuat harga minyak semakin dingin
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters
Bisnis.com, JAKARTA— Harga minyak mentah dunia kembali mendingin, turun dari level tertingginya dalam dua bulan terakhir sebagai respons investor terhadap konflik AS-China yang memanas.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (22/5/2020) hingga pukul 13.12 WIB harga minyak mentah jenis WTI untuk kontrak Juli 2020 di bursa Nymex bergerak melemah. Pelemahan harga minyak WTI tercatat 6,28 persen ke level US$31,79 per barel.
Hal yang sama terjadi pada minyak jenis Brent. Harga minyak jenis Brent kontrak Juli 2020 di bursa ICE terkoreksi 4,88 persen ke level US$34,3 per barel.
Penurunan tersebut terjadi di tengah tren harga minyak yang menanjak dan menuju kenaikan mingguan terbaiknya dalam beberapa perdagangan terakhir. Kinerja pada perdagangan kali ini telah memangkas kinerja mingguan tersebut menjadi hanya naik sekitar 8 persen.
Mengutip publikasi riset Monex Investindo Futures, angin segar pulihnya permintaan minyak mentah dunia berembus seiring dengan pembukaan dan pelonggaran kebijakan lockdown di beberapa negara setelah melewati masa puncak pandemi virus corona. 
Saat ini, pasar khawatir terhadap berlanjutnya perang dagang AS-China diyakini akan semakin memangkas permintaan minyak mentah yang baru saja menunjukkan sinyal pemulihan.
Untuk diketahui, AS telah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) untuk memberikan sanksi kepada China sebagai sumber dari wabah virus yang telah menewaskan 334.680 masyarakat AS per 21 Mei 2020.
Namun, China mengancam akan melakukan balasan yang setimpal dan menyatakan AS hanya mencoba mengalihkan tanggung jawab atas ketidakmampuan untuk mengatasi masalah negaranya. Ketegangan tersebut pun memupuskan harapan pasar terhadap perundingan dagang untuk membuat kesepakatan dagang fase kedua yang dijadwalkan pada November 2020.
“Harga minyak berpotensi turun menguji support selanjutnya pada kisaran US$31,20- US$32 per barel bila panasnya hubungan kedua negara berlanjut, tetapi jika rebound ke atas level US$33 per barel, berpeluang menopang harga menguji resisten US$$34,15 - US$34,65 per barel,” tulis Monex Investindo Futures dalam risetnya, Jumat (22/5/2020).
Selain itu, Victor Shum, wakil presiden konsultasi energi IHS Markit di Singapura mengatakan bahwa pelemahan minyak saat ini mencerminkan sentimen permintaan masih rentan untuk membawa harga minyak berada di jalur bullish.
“China sebagai salah satu importir utama minyak belum memberikan target PDB (produk domestik bruto) yang artinya Negeri Panda itu pun belum yakin tentang pemulihan negara mereka,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg.
Pemerintah China kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menetapkan target PDB tahun ini karena ketidakpastian besar atas dampak virus corona, meskipun pihaknya membanjiri pasar dengan beberapa stimulus baru.
Sementara itu, sentimen pemangkasan produksi yang dilakukan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya sejak awal Mei serta sentimen menurunnya cadangan minyak AS tampak tidak membawa banyak perubahan terhadap pasar minyak seiring dengan pasar yang lebih fokus terhadap sentimen permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper