Bisnis.com, JAKARTA - JPMorgan Chase & Co.menyatakan langkah-langkah moneter dan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia dapat menyebabkan melemahnya pertumbuhan jangka panjang dan penurunan nilai mata uang, sehingga mendukung penguatan harga emas.
Pada perdagangan Jumat (22/5/2020) pukul 19.28 WIB, harga emas spot naik tipis 10,15 poin atau 0,59 persen menjadi US$1.737,15 per troy ounce. Adapun, harga emas berjangka di bursa Comex untuk kontrak Juni 2020 berada di level US$1.733,15 per troy ounce, naik 0,68 persen.
Risiko penurunan nilai mata uang dapat meningkat tahun depan, John Normand dan Federico Manicardi dari JP Morgan menulis dalam laporan tersebut. Hal tersebut akan mendorong aset safe haven seperti yen Jepang atau emas.
"Risiko lonjakan inflasi akan tetap stagnan pada tahun 2020 dan tetap flat selama dua tahun ke depan," paparnya, dikutip dari Bloomberg.
Pengurangan suku bunga di negara-negara G10 sebagai respons terhadap penghentian pandemi terhadap ekonomi mereka membuat sebagian besar mata uang berkurang nilainya. Namun, kesenjangan suku bunga riil lebih tinggi di Jepang, zona Eropa, dan Swiss.
Jika AS terus menyedot defisit modal dan fiskal melebih-lebihkan risiko terhadap pembiayaan eksternal, pengembalian melalui mata uang G-10 akan terkonsentrasi pada mata uang dengan keuntungan tingkat riil di atas rata-rata, seperti yen dan franc Swiss.
Baca Juga
Para ahli strategi menyimpulkan mungkin terlalu dini untuk melakukan lindung nilai terhadap kenaikan inflasi dan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi serta penyebaran yang lebih luas dari penurunan peringkat negara.
Fokus sekarang harus diarahkan pada penurunan nilai mata uang, yang mereka katakan memiliki "kemungkinan tinggi," mengingat beban pembiayaan yang sangat besar yang dibawa oleh AS.
"Mereka lebih memilih cadangan dalam bentuk emas dibandingkan hanya mata uang," tulis mereka.