Bisnis.com, JAKARTA — Emiten disarankan untuk tetap menahan diri dan tetap berpegang pada strategi krisis di tengah ancaman perlambatan kondisi ekonomi yang kian nyata pada kuarta II/2020.
Direktur CSA Institute Aria Santoso mengatakan perlambatan ekonomi di kuartal II/2020 akan lebih terlihat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Salah satu faktornya adalah mulai diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di periode ini.
“Di kuartal II [perlambatan] akan makin tercermin karena sudah berlaku PSBB dan banyak aktifitas bisnis jauh berkurang,” ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (15/5/2020).
Dengan kondisi tersebut, dia menilai net profit margin emiten sangat berpotensi untuk berkurang jauh. Namun, di kuartal III dan IV/2020 kemungkinan ada pemulihan berangsur selama tidak ada episentrum baru atau gelombang baru dari wabah Covid-19.
Maka, tutur Aria, langkah terbaik bagi emiten adalah melakukan strategi krisis dan berusaha berusaha adaptasi dengan bisnis yang menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat di tahun ini, termasuk berusaha menunda perluasan bisnisnya.
“Menunda dulu ekspansi untuk menunggu pemulihan,” imbuh Aria.
Baca Juga
Aria menyebut ada beberapa sektor yang berpotensi masih prospektif di tengah kondisi saat ini antara lain sektor barang konsumsi dan bidang kesehatan karena masih menjadi kebutuhan utama masyarakat dalam jangka pendek.
Selain itu, sektor telekomunikasi juga cenderung akan baik karena pendapatan mereka meningkat akibat banyak masyarakat yang menggunakan layanan telekomunikasi untuk memfasilitasi kerja dari rumah (work from home), streaming, dan membeli konten daring.
Sementara bagi emiten-emiten yang menggunakan bahan baku nonimpor juga diproyeksikan akan cukup baik menjalani efisiensi di tengah pandemi. Pasalnya, pelemahan kurs rupiah tentu akan mempengaruhi beban pokok penjualan emiten.
Emiten telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (ECXL) mengaku sulit memprediksi pertumbuhan kinerja di kuartal II/2020.
Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan masa krisis akibat pandemi Covid-19 merupakan kondisi yang tak pernah dilalui sebelumnya sehingga banyak hal yang tak dapat diketahui maupun diprediksi.
“Jadi saat ini kami tidak bisa memberikan gambaran yang akan terjadi di kuartal kedua ataupun full year 2020. Resiko perlambatan pertumbuhan karena ekonomi dan daya beli masyarakat yg menurun suatu realita yang harus dihadapi,” tuturnya kepada Bisnis, Sabtu (17/5/2020)
Menurutnya, saat ini perseroan berusaha mempertahankan kinerjanya dengan menjaga kondisi keuangan perusahaan dengan baik, sembari mengantisipasi celah kesempatan yang akan muncul setelah krisis berlalu.
“Kami juga memitigasinya dengan memberikan layanan internet sebaik mungkin kepada masyarakat dan tetap membangun jaringan sehingga masyarakat dapat menggunakan internet untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah,” tambah Dian.
EXCL sendiri melaporkan pertumbuhan pendapatan 8,88 persen year-on-year menjadi Rp6,49 triliun pada kuartal I/2020. Kenaikan itu ditunjang oleh pendapatan layanan data yang tumbuh 17 persen.
Pada saat yang sama, beban EXCL menciut 18,36 persen menjadi Rp4,32 triliun. Penurunan dipicu oleh biaya infrastruktur yang merosot 12,3 persen menjadi Rp2,03 triliun.
Sejalan dengan penurunan beban dan penjualan menara, laba bersih emiten telekomunikasi ini melesat dari Rp57,19 miliar pada kuartal I/2019 menjadi Rp1,51 triliun per 31 Maret 2020.
EBITDA perseroan juga meningkat 40 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang didorong oleh pertumbuhan pendapatan, efisiensi biaya dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) 16.
Sementara itu, Kinerja unit bisnis distribusi PT Metrodata Electronics Tbk. (MTDL) pada kuartal II/2020 terancam melambat akibat pembatasan kegiatan akibat pandemi. Di saat yang sama, unit bisnis lain milik perseroan yakni bisnis solusi dan konsultasi diharapkan dapat menjadi penopang.
Direktur Metrodata Electronics Randy Kartadinata mengatakan perseroan mengandalkan pertumbuhan segmen solusi dan konsultasi tersebut sebagai strategi untuk mempertahankan margin laba bersih di tengah potensi perlambatan ekonomi yang lebih dalam pada kuartal II/2020.
Pasalnya, kinerja unit bisnis solusi dan konsultasi yang menjual produk-produk IT kepada perusahaan ini masih bertumbuh sebab banyak pesanan yang sudah diperoleh dari masa sebelum pandemi sehingga saat ini mereka tinggal menyelesaikan proses pengerjaannya.
“Oder sudah masuk dari periode sebelumnya dan saat ini sedang dikerjakan. Perusahaan juga terus menyempurnakan sistemnya agar pekerjaan WFH [work from home] berlangsung dengan baik,” ujar Randy kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Dia menuturkan, hingga akhir kuartal I/2020 lalu perseroan sebenarnya belum merasakan dampak yang signifikan dari perlambatan ekonomi akibat diterapkannya pembatasan aktivitas seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Namun, jika PSBB terus berlanjut, maka kinerja unit bisnis distribusi perseroan diperkirakan akan mulai terdampak karena sebagian besar toko pelanggan tutup, khususnya di daerah Jabodetabek dan Pulau Jawa. Sementara untuk pengiriman ke luar Pulau Jawa cenderung masih normal.
Randy mengaku tetap optimistis karena unit bisnis distribusi hardware & software perseroan telah cukup terdiversifikasi baik jenis produk dan segmen pelanggannya, sehingga diharapkan penurunan di unit bisnis distribusi ini akan terbatas.
“Karena dari segi permintaan selama masa PSBB ini, permintaan terhadap peralatan dan software yang memadai untuk WFH masih tetap ada,” imbuhnya.
Akan tetapi, Randy menyebut pihaknya tetap berjaga-jaga bila pandemi korona ini penyebarannya terus meningkat dan PSBB diperpanjang, karena akan memengaruhi bisnis pelanggan mereka yang akan berujung pada menurunnya permintaan.
“Tentu akan berdampak negatif ke hampir semua jenis usaha termasuk kepada para customer kami yang adalah perusahaan-perusahaan skala besar hingga kecil dan menengah,” tambah dia.
Apalagi, secara siklus tahunan bisnis distribusi IT, kuartal kedua kerap mengalami penurunan pesanan karena bertepatan dengan momen Lebaran dan pendaftaran sekolah, sehingga sebagian besar orang memprioritaskan dananya untuk hal tersebut.
“Jadi untuk saat ini sulit kami buat prediksi sampai akhir tahun karena faktor ketidakpastiannya sangat tinggi,” tutup Randy.