Bisnis.com, JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia menerapkan sejumlah langkah untuk melindungi investor sejalan dengan adanya pemantauan secara khusus terhadap beberapa emiten yang terkena suspensi di pasar, sehingga berpotensi mengalami delisting atau penghapusan pencatatan.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI), otoritas telah mengumumkan sederet perusahaan yang berpotensi delisting. Setidaknya, sudah ada 15 perusahaan yang diumumkan masuk ke dalam daftar potensi delisting hingga, Selasa (12/5/2020).
Data BEI menunjukkan sebanyak enam emiten harus delisting dari bursa pada 2019. Jumlah itu bertambah dari empat perusahaan tahun sebelumnya.
Adapun, sepanjang periode berjalan 2020, sudah empat perusahaan yang delisting dari BEI yakni PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN), PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), PT Danayasa Arthatama Tbk. (SCBD), dan PT Leo Investments Tbk. (ITTG).
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna Setya menuturkan bahwa bursa dapat melakukan delisting saham perusahaan tercatat apabila memenuhi dua kondisi.
Baca Juga
Pertama, emiten mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan perusahaan tercatat dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Kedua, saham perusahaan tercatat telah dilakukan suspensi selama 24 bulan.
“Saat ini terdapat beberapa perusahaan tercatat yang sedang dilakukan pemantauan secara khusus oleh Bursa, terutama yang telah dilakukan suspensi di pasar reguler dan tunai,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (12/5/2020).
Sejalan dengan kondisi itu, Nyoman mengatakan Bursa menempuh sejumlah langkah. Tujuannya, untuk memberikan perlindungan kepada investor bersangkutan.
Langkah pertama yang dilakukan oleh BEI yakni melakukan pemantauan dan tindak lanjut sesegera mungkin atas seluruh informasi berkala maupun informasi insidentil terkait perusahaan tercatat.
Selanjutnya, Bursa juga menjaga kualitas keterbukaan informasi perusahaan tercatat tersebut agar investor memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan selama periode suspensi dan sebelum memasuki periode delisting.
Terkait dengan kualitas keterbukaan informasi, BEI mewajibankan perusahaan tercatat yang telah mengalami suspensi selama 6 bulan untuk mengumumkan rencana upaya perbaikan kondisi yang menyebabkan suspensi atau rencana bisnis kepada publik. Perusahaan yang dimaksud juga diwajibkan menyampaikan progres terkait setiap 6 bulan berikutnya.
BEI akan mempublikasikan pengumuman potensi delisting perusahaan tercatat yang telah mengalami suspensi selama 6 bulan, 12 bulan, dan 18 bulan melalui laman resmi Bursa.
“Bursa melalukan delisting apabila perusahaan tercatat telah mengalami suspensi 24 bulan dan tidak dapat menunjukkan progres perbaikan going concern yang memadai,” jelas Nyoman.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna Setya.
Dia menambahkan Bursa akan mencantumkan daftar nama direksi, komisaris, dan pemegang saham dengan kepemilikan di atas 5 persen perusahaan tercatat pada pengumuman delisting.
“Untuk meningkatkan kualitas dan corporate reputation calon perusahaan tercatat, serta memberikan efek jera kepada eks direksi, komisaris, dan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang tercatat pada saat perusahaan di-delisting, maka Bursa tidak mengizinkan para pihak tersebut untuk menjabat pada calon perusahaan tercatat di BEI,” imbuhnya.