Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia mengumumkan terdapat 4 emiten tambahan yang terancam potensi delisting atau penghapusan pencatatan.
PT Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX) menjadi emiten teranyar yang masuk dalam daftar terancam delisting. Perseroan sudah disuspensi selama 9 bulan dengan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 29 Mei 2021.
Otoritas menggembok perdagangan saham perseroan karena pada kuartal I/2019 tidak membukukan pendapatan usaha. Berdasarkan kondisi tersebut maka bursa melakukan penghentian hingga saat ini.
Adapun pada kuartal III/2019, HDTX telah membukukan pendapatan sebesar Rp4,84 miliar turun 98,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp407,66 miliar. Adapun rugi bersih HDTX tercatat sebesar Rp29,25 miliar.
Selain HDTX, BEI juga memberikan peringatan kepada PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP), PT Nipress Tbk. (NIPS) dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW).
Otoritas bursa telah menghentikan perdagangan LCGP sejak 2 Mei 2019. Alasannya karena perseroan tidak dapat membukukan pendapatan usaha pada kuartal I/2019. Hal yang sama pun berlaku bagi JKSW yang tidak bisa mencatatkan pendapatan yang berkesinambungan.
Baca Juga
Sementara itu, NIPS telah disuspensi sejak Juli 2019 akibat belum menyampaikan laporan keuangan 2018. Selain itu, adanya permohonan PKPU kepada perseroan menyebabkan otoritas ragu atas going concern atas keberlanjutan bisnis perseroan.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sekalipun delisting terjadi perseroan wajib membeli kembali saham dari publik.
“Kita wajibkan membeli kembali [buy back] saham [meskipun force delisting], kalau dulu enggak,” katanya pada Senin (17/2).
Nyoman menambahkan sebelum menjalani proses delisting, pihak regulator bakal memberikan peringatan kepada emiten dan investor 24 bulan sebelumnya. Adapun peringatan dini yang diberikan adalah suspensi kepada emiten.
Dalam kurun waktu 24 bulan itu, lanjutnya, emiten wajib memberikan rencana bisnis melalui fase hearing. Sementara itu Bursa bakal memberikan notasi khusus bahwa perusahaan tersebut dengan label 'potential delisting' melalui keterbukaan informasi.
“Kami akan minta rencana ke depan, hearing dan buat tiga tahap. Itu yang normal, di luar yang bangkrut sehingga publik sadar untuk menentukan keputusan investasi,” katanya.