Bisnis.com, JAKARTA - Minyak mencatat kenaikan beruntun di dalam seminggu terakhir di tengah optimisme pengurangan produksi yang mulai menekan pasokan.
Kontrak berjangka minyak di New York melonjak hingga 25 persen minggu ini. Produsen minyak mulai memangkas produksi sebagai respons terhadap perdagangan minyak mentah melemah hingga ke level US$20 per barel.
Kepala Strategi Komoditas di Toronto Dominion Bank Bart Melek menuturkan pasar mendapatkan kabar baik.
"Ada sedikit risk appetite," ungkap Melek dikutip dari Bloomberg. Namun, dia mengingatkan pasar belum sepenuhnya keluar dari ketidakpastian karena jumlah pasokan yang masih besar.
Jumlah kegiatan pengeboran minyak menurun ke level yang belum pernah terlihat sejak booming shale oil. EOG Resources Inc. memangkas sekitar seperempat dari produksi minyaknya untuk bulan Mei.
Ketika rig ditutup dan produksi nasional berkurang, tanda-tanda pemulihan permintaan juga terjadi seiring dengan aktivitas kendaraan yang meningkat setelah pelonggaran lockdown.
Baca Juga
"Ada perasaan bahwa kita telah melalui yang terburuk dari krisis ekonomi dan kita telah melewati puncak penawaran ini, dari ketidakseimbangan permintaan," kata Peter McNally, kepala global untuk industri, bahan baku dan energi di Third Bridge.
Dia menambahkan prospek pasokan sedang menuju ke arah yang benar. Minyak membukukan dua kenaikan mingguan berturut-turut untuk pertama kalinya sejak Februari.
Data Administrasi Informasi Energi menunjukkan konsumsi bahan bakar naik ke level paling tinggi dalam hampir dua tahun pada pekan lalu dan produksi minyak mentah nasional menurun ke level terendah sejak Juli 2019.
Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Juni naik US$1,19 menjadi US$24,74 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga Brent untuk pengiriman Juli naik US$1,51 menjadi US$30,97 per barel.