Bisnis.com, JAKARTA – Emiten semen PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. (SMCB) lagi-lagi bergerak liar sama seperti lajunya Kamis (23/4/2020) kemarin.
Setelah sempat menyentuh batas atas atau auto rejection atas (ARA) pada perdagangan dua hari sebelumnya, SMCB kembali pada tren bullish dengan kenaikan sebesar 11,54 persen atau 150 poin ke level Rp1.450 hingga pukul 14.03 WIB, Jumat (24/3/2020).
Sepanjang hari ini saja, SMCB sudah menyentuh level tertinggi yakni Rp1.600 dan level terbawahnya adalah posisi pembukaannya yakni Rp1.350.
Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp10,8 triliun, hingga pukul 14.07 WIB, saham SMCB sudah ditransaksikan sebanyak 1,13 juta lembar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp1,67 miliar.
Untuk diketahui, hanya butuh waktu 5 menit setelah perdagangan dibuka pada Kamis (23/4/2020) lalu, saham SCMB meroket 25 persen ke level Rp1.300 per saham sehingga emiten tersebut terkena auto reject atas (ARA) berdasarkan regulasi auto rejection simetris.
Tren yang sama juga terjadi pada Rabu (22/4/2020), dimana saham SMCB juga terkena ARA setelah naik 24,55 persen atau 205 poin ke level Rp1.040 per saham.
Baca Juga
Agresifnya kenaikan harga saham perusahaan yang dulu bernama Semen Holcim itu tak terlepas dari rencana perseroan yang akan menggandeng investor dari Jepang, Taiheiyo Cement Co. Ltd (TCC).
PT Semen Indonesia Tbk. (SMGR) sebagai induk perusahaan SMCB akan melepas 15 persen kepemilikan kepada TCC dengan nilai transaksi mencapai US$220 juta. Dengan estimasi nilai tukar rupiah Rp15.500 per dolar AS, maka transaksi tersebut berkisar Rp3,41 triliun.
Direktur Solusi Bangun Indonesia Agung Wiharto menuturkan bahwa rencana ini ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan secara sekaligus. Salah satunya adalah memenuhi ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait jumlah minimum saham free float.
Selain mengikuti ketentuan regulator, rencana ini dilakukan untuk memperkuat modal kerja perusahaan yang dulunya bernama Holcim Indonesia tersebut. Dia mengatakan, dana tersebut juga akan digunakan untuk membangun pelabuhan untuk memfasilitasi ekspor lewat TCC.
Agung lebih lanjut mengatakan bahwa perusahaan yang berbasis di Jepang itu memiliki pasar ekspor cukup besar ke berbagai negara. Hal ini diharapkan akan menambah pangsa pasar ekspor, sekaligus dapat menyerap produksi perseroan secara lebih baik di tengah kondisi pasar domestik yang kelebihan pasokan atau over supply.