Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak anjlok hingga ke bawah level US$19 per bare seiring dengan tingkat permintaan yang suram. Kondisi ini terjadi di tengah mufakat produsen minyak untuk memangkas produksi minyak.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa semakin banyaknya perekonomian negara-negara yang belum aktif secara normal membuat permintaan dan kebutuhan minyak mentah untuk energi semakin menurun.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (17/4/2020) hingga pukul 18.46 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 di bursa Nymex bergerak melemah 5,74 persen atau terkoreksi 1,14 poin ke level US$18,73 per barel.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Juni 2020 di bursa ICE justru bergerak menguat 2,37 persen ke level US$28,48 per barel.
Ariston memprediksi pada pekan depan harga minyak jenis WTI berpotensi bergerak di kisaran US$16 per barel hingga US$22 per barel.
Untuk diketahui, penurunan permintaan harga minyak tercermin salah satunya dari data ekonomi China yang telah mengalami penurunan terdalam sepanjang sejarah pada kuartal pertama tahun ini akibat sentimen pandemi Covid-19.
Baca Juga
Bahkan, OPEC pun memperkirakan permintaan minyak mentah global akan turun ke level terendah dalam tiga dekade terakhir.
Badan Energi Internasional pun memperkirakan kebutuhan minyak akan merosot dan berpotensi menjadikan 2020 sebagai tahun terburuk dalam sejarah pasar minyak.
“Pemangkasan produksi pun yang menjadi sentimen positif bagi harga baru dimulai Mei. Harga minyak ke depannya bisa pulih seiring meredanya wabah dan ekonomi aktif kembali,” ujar Ariston kepada Bisnis, Jumat (17/4/2020).
Untuk diketahui, OPEC dan sekutunya telah sepakat untuk memangkas produksi setidaknya sebesar 9,7 juta barel per hari. Kemudian, Arab Saudi dan Rusia mengisyaratkan adanya peluang untuk mengurangi produksi minyak lebih lanjut setelah kesepakatan OPEC+ yang baru-baru ini dicapai gagal membendung penurunan harga minyak mentah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi Rusia Alexander Novak dan Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis setelah berkomunikasi melalui sambungan telepon.
“Kedua negara akan terus memantau pasar minyak dengan seksama dan siap untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut bersama dengan OPEC+ dan produsen lain jika ini dianggap perlu,” seperti yang tertulis dalam pernyataan yang dilansir dari Bloomberg, Jumat (17/4/2020).