Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah gejolak pasar saat ini, investor tentu kebingungan memilih jenis reksa dana untuk berinvestasi.
Jika ingin yang paling aman dan kinerjanya terukur, reksa dana uang tentu jadi pilihan. Namun, bagaimana jika ingin aman sekaligus mendapat imbal hasil yang lumayan cuan? Reksa dana terproteksi bisa menjadi pilihan.
Mengacu laman resmi Otoritas Jasa Keuangan, reksa dana terproteksi dijabarkan sebagai reksa dana yang akan memproteksi 100 persen pokok investasi investor pada saat jatuh tempo.
Reksa Dana ini memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh Manajer Investasi, tapi juga dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan tujuan utama produk ini adalah untuk investor yang ingin mendapatkan hasil investasi terukur dan nilai pokok yang terlindungi hingga jatuh tempo produk.
“Jadi, mayoritas investornya juga bertujuan berinvestasi hingga jatuh tempo di samping ada fitur locked period dan window redemption tertentu. Misalnya dalam setahun pertama tidak boleh dicairkan,” tuturnya kepada Bisnis , Kamis (16/3/2020).
Baca Juga
Menurutnya, produk reksa dana terproteksi masih akan banyak diminati terutama untuk investor jangka menengah ingin mendapatkan hasil investasi yang relatif terukur dan lebih tinggi daripada deposito atau reksa dana pasar uang.
“Rata-rata jangka waktu [jatuh temponya] 3 tahun. Namun ada juga yang 5 atau 7 tahun. Dapat disesuaikan dengan umur kewajibannya, misal perlu bayar uang sekolah anak 3 tahun lagi maka bisa cari reksa dana terproteksi yang jangka waktunya 3 tahun,” jelas Farash.
Meski sangat terukur, bukan berarti reksa dana jenis ini tak memiliki risiko. Farash menjelaskan risiko utama dari reksa dana terproteksi adalah underlying obligasi yang digunakan sebagai portofolio produk.
Sebagai contoh, jika sebuah produk menggunakan surat berharga negara atau obligasi korporasi dengan rating AAA tentu risiko kreditnya lebih rendah dari surat utang yang memiliki rating BBB.
Kemudian risiko lainnya adalah perubahan harga market to market yang dapat membuat harga pasar yang menjadi acuan reksa dana terproteksi berubah serta risiko perubahan bunga acuan dari bank sentral.
“Risiko likuiditas juga ada, karena [reksa dana terproteksi] kan tidak dapat dicairkan sewaktu-waktu,” imbuhnya.