Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pergerakan Bursa Global Pekan Depan Diproyeksi Masih Tertekan Corona

Sejauh ini telah ada 1.098.762 kasus Covid-19 di dunia dengan 59.172 pasien meninggal dunia.
Pedagang bekerja di lantai bursa New York Stock Exchange./ Michael Nagle - Bloomberg
Pedagang bekerja di lantai bursa New York Stock Exchange./ Michael Nagle - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan bursa saham global selama dua pekan ke depan akan banyak dipengaruhi oleh sentimen perkembangan penanganan virus corona di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump menyampaikan bersiap diri dengan lonjakan kasus baru.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan bursa saham Amerika Serikat Wall Street menutup pekan ini dengan penurunan setalah pelaku pasar kembali fokus pada kasus Covid-19.

Sejauh ini telah ada 1.098.762 kasus Covid-19 di dunia dengan 59.172 pasien meninggal dunia. AS mencatatkan kasus tertinggi dengan jumlah 277.467 kasus yang berakhir kematian sebanyak 7.402.

Pejabat Gedung Putih memproyeksikan antara 100.000 dan 240.000 kematian di AS dengan perkiraan puncaknya selama dua minggu ke depan. Sebagian besar data yang keluar mengkonfirmasi dampak buruk covid 19 terhadap perekonomian USA dan Dunia.

Indeks manufaktur ISM turun menjadi 49,1 pada Maret 2020 dari 50,1 pada Februari.

Selain itu, klaim awal tunjangan pengangguran naik menjadi 6,65 juta dari sebelumnya 3,3 juta pengangguran AS pada pekan terakhir Maret. Data ini kembali mencatatkan rekor tertinggi sedangkan data lapangan kerja AS turun 701.000 pada Maret dan ini merupakan laporan pekerjaan terburuk sejak 2009.

“Tingkat pengangguran AS yang naik menjadi 4,4 persen, lockdown di sebagian wilayah untuk melawan Covid 19 membuat ekonomi AS menjadi berat dan ini akan di konfirmasi oleh data-data yang keluar. Ditambah dengan lonjakan kasus Covid-19 membuat kami perkirakan indeks di Wall Street akan cenderung tertekan pekan depan,” jelas Hans melalui riset tertulis dikutip Sabtu (4/4/2020).

Tak hanya itu, lanjut Hans, pekan lalu bursa Eropa cukup berfluktuasi dan berhasil menguat akibat kenaikan harga minyak. Namun, kata Hans, besarnya data kasus Covid 19 di Italia, Spanyol, Jerman, dan Perancis dengan angka persentase kematian yang cukup tinggi di atas 10 persen.

Pasar keuangan dunia sempat merespon positif langkah Presiden Donald Trump bersama dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Saudi Mohammad Bin Salman untuk mengurangi produksi minyak mentah.

Trump memperkirakan kedua negara akan mengurangi produksi hingga 10 juta barel. Brent patokan internasional naik 21 persen dan West Texas Intermediate patokan Amerika juga naik 25 persen.

Tahun ini minyak sudah turun lebih dari 58 persen yang berakibat pelaku pasar menjual aset keuangan lain untuk menutup kerugian kontrak minyak mentah. Penurunan ini juga memukul industri shale oil AS, yang mendorong ekonomi dan menyerap banyak tenaga kerja di sana.

“Saya tidak percaya Rusia dan Anggota OPEC akan segera menurunkan pasokan minyak mentah mereka karena Arab baru saja menaikan produksinya. Selain itu tampa partisipasi AS dalam menurunkan produksi shale oil sulit menemukan penurunan produksi dalam waktu dekat,”tekannya.

Hans menyebutkan harga minyak cenderung tertekan akibat penurunan permintaan menyusul aktivitas lockdown yang ditempuh berbagai negara untuk melawan virus corona. Menurutnya, hanya China yang mulai pulih dari corona dilaporkan mulai membeli minyak untuk cadangan darurat menjadi katalis positif bagi pergerakan minyak mentah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper