Bisnis.com, JAKARTA – Fluktuasi harga yang tinggi membuat kopi jenis arabika menjadi sorotan baru-baru ini. Namun, wabah virus corona memberi berkah tersendiri bagi jenis kopi lain, kopi robusta, karena meningkatnya konsumsi kopi rumahan dan kopi instan.
Ketika banyak kedai kopi di seluruh dunia ditutup, pembeli bergegas ke supermarket untuk memborong kopi. Sementara banyak kedai kopi menyajikan biji kopi arabika berkualitas tinggi, kopi yang dikonsumsi di rumah biasanya memiliki kandungan varietas roubusta yang lebih besar karena harganya yang lebih murah.
Selain itu, ada potensi gangguan gangguan pasokan karena virus menyebar ke pasar negara berkembang tempat robusta diproduksi dan diminati untuk konsumsi lokal, seperti Vietnam. Petani robusta memerintahkan penutupan 15 hari dan kekhawatiran pedagang adanya gangguan pasokan menyebabkan harga kopi robusta di bursa berjangka naik lebih dari 3 persen pada Kamis.
"Penimbunan telah menjadi kebiasaan sehari-hari di sebagian besar Eropa barat dan bagian AS selama beberapa minggu terakhir," kata Carlos Mera, analis di Rabobank International, seperti dikutip Bloomberg.
"Ketika virus berkembang dengan cepat di negara-negara berkembang, kami memperkirakan konsumen juga ikut menimbun kopi yang memiliki proporsi robusta yang lebih tinggi," lanjutnya.
Contoh langsung dampak lockdown dapat dilihat di toko pengecer. Berdasarkan data IRI, volume penjualan kopi di pengecer di Amerika Serikat melonjak 31 persen persen dalam empat minggu yang berakhir 22 Maret dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga
Sementara itu, lembaga riset Nielsen mencatat penjualan kopi di supermarket Inggris melonjak 30 persen dalam pekan yang berakhir 14 Maret. Ini merupakan peningkatan terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Presiden direktur lembaga riset StudyLogic Samuel Nahmias mengatakan warga AS yang mengonsumsi kopi di rumah mereka meningkat 7,6 persen pada kuartal pertama, sementara permintaan di restoran merosot 14 persen. Nahmias mengatakan konsumen meminum lebih banyak jenis kopi instan yang memiliki kandungan robusta lebih tinggi.
Tren serupa diperkirakan segera terjadi di pasar negara berkembang di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika. Brasil dan Indonesia juga merupakan produsen dan konsumen utama biji kopi robusta. Di negara-negara di mana teh menjadi minuman favorit di rumah dan kopi biasanya dikonsumsi di toko-toko, permintaan secara keseluruhan diperkirakan menurun.
"Kebanyakan orang Afrika dan Asia tidak memiliki mesin espresso mewah atau bahkan alat seduh manual, jadi mereka minum kopi instan di rumah,” ungkap Judy Ganes, presiden direktur J. Ganes Consulting
"Ketika kedai kopi yang biasanya menyajikan kopi arabika tutup yang menyajikan arabika dan orang-orang harus minum kopi di rumah, mereka biasanya membeli biji kopi robusta,” lanjutnya.
Meskipun harga kopi arabika di bursa berjangka telah menguat dalam beberapa bulan terakhir karena persediaan menyusut, harga robusta masih tertinggal. Perbedaan harga tersebut memberikan insentif bagi produsen untuk meningkatkan porsi biji robusta dalam campuran produk kopi mereka.
Carlos Mera mengatakan kenaikan permintaan robusta dapat mendorong harga naik sekitar 16 persen menjadi US$1.400 per metrik ton dalam empat pekan mendatang.