Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Eropa berhasil mengakhiri pergerakannya di zona hijau pada akhir perdagangan Kamis (2/4/2020), bersama dengan reli bursa Wall Street Amerika Serikat di tengah lonjakan harga minyak mentah.
Pergerakan indeks Stoxx Europe 600, yang mewakili saham perusahaan-perusahaan di 17 negara kawasan Eropa, berakhir di level 312,08 dengan kenaikan 0,42 persen atau 1,31 poin dari level penutupan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (1/4/2020), indeks Stoxx terbenam di zona merah yakni level 310,77 dengan koreksi tajam 2,90 persen atau 9,29 poin.
Di antara indeks saham utama pendongkrak Stoxx pada Kamis adalah indeks CAC 40 Prancis (+0,33 persen), indeks DAX Jerman (+0,27 persen), indeks FTSE 100 Inggris (+0,47 persen), dan indeks FTSE MIB Italia (+1,75 persen).
Sementara itu, saham Lundin Petroleum AB yang melonjak 15,60 persen membukukan kenaikan terbesar pada indeks Stoxx, disusul saham TechnipFMC PLC (+15,40 persen) dan John Wood Group PLC (+15,38 persen).
Saham energi mendorong penguatan indeks Stoxx Europe 600 setelah China, importir terbesar di dunia untuk minyak, memanfaatkan kemerosotan harga minyak sebesar 60 persen tahun ini untuk menambah cadangannya.
Baca Juga
Selain untuk cadangan milik negara, Beijing juga dapat menggunakan ruang penyimpanan komersial dan mendorong perusahaan untuk memenuhi pasokan masing-masing.
Target awal adalah memenuhi stok pemerintah setara 90 hari impor bersih, yang dapat diperluas hingga 180 hari termasuk cadangan komersial.
Harga minyak di bursa minyak berjangka pun melonjak setelah China mengungkapkan rencana untuk meningkatkan cadangan strategisnya tersebut.
Sementara itu, Presiden Donald Trump mengutarakan optimismenya bahwa Rusia dan Arab Saudi dapat mengatasi perbedaan kedua negara yang mengarah pada perang harga.
Hal ini disampaikan menjelang pertemuan yang akan diadakannya dengan para eksekutif minyak pada Jumat (3/4/2020) waktu setempat.
Kendati demikian, pergerakan pasar tetap dihantui oleh kekhawatiran yang meluas soal kapan wabah penyakit virus corona (Covid-19) akan dapat dikendalikan serta memungkinkan negara-negara membuka kembali aktivitas bisnis yang saat ini ditutup.
Pertumbuhan kasus baru global mencapai 9 persen, hari keempat berturut-turut berada di bawah 10 persen. Namun di AS, negara yang terkena dampak terburuk, pertumbuhan kasus infeksi di New York mencapai 10,3 persen karena angka kematian melonjak hampir 30%, menurut data yang dihimpun oleh Deutsche Bank.
“Kenyataannya adalah, tidak ada jumlah stimulus untuk memacu pertumbuhan permintaan sampai populasi penduduk kembali ke luar rumah mereka dan berinteraksi dengan masyarakat,” ujar Jeff Klingelhofer, kepala investasi dan manajer portofolio di Thornburg Investment Management.
"Saya pikir kita akan berada dalam periode volatilitas yang tinggi untuk beberapa waktu mendatang,” tambahnya, seperti dikutip dari Bloomberg.