Bisnis.com, JAKARTA – Departemen Keuangan Afrika Selatan melihat penurunan peringkat utang negara ke level “junk” atau di bawah BBB oleh Moody’s Investor Service sebagai peluang untuk memperbaiki perekonomian.
Seperti dilansir dari Bloomberg, pengumuman penurunan peringkat yang dirilis jelang tengah malam pada Jumat (27/3/2020) itu diperkirakan akan semakin melemahkan rand Afrika Selatan.
Kepala Manajemen Aset dan Liabilitas Departemen Keuangan Afrika Selatan Tshepiso Moahloli menyebut bahwa negaranya diberikan kesempatan untuk melakukan hal-hal yang shearusnya mereka lakukan.
"Kami melihat downgrade ini sebagai peluang melakukan hal yang benar," kata Moahloli, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (30/3/2020)
Moody’s memangkas penilaian utang Afrika Selatan ke level sub-investasi, didasarkan pada beberapa faktor antara lain pasokan listrik yang tidak dapat diandalkan, kepercayaan bisnis dan investasi yang lemah, serta kekakuan struktural pasar tenaga kerja yang lama terus menghambat pertumbuhan ekonomi.
Belum lagi adanya pandemi virus corona atau Covid-19 membuat negara tersebut memasuki penurunan global yang diperkirakan dalam posisi rentan secara ekonomi.
Baca Juga
Sebelumnya, Moody’s mengubah outlook peringkat Afrika Selatan menjadi negatif pada bulan November lalu dan dan ingin melihat strategi yang kredibel dalam anggaran Februari ini untuk menghentikan kemerosotan dalam keuangan publik.
Namun, rencana pengeluaran yang disajikan oleh Menteri Keuangan Tito Mboweni pada Februari lalu menunjukkan defisit fiskal. Pasalnya, persentase produk domestik bruto melebar ke level hampir tiga dekade dan untuk pertama kalinya sejak 2009 ekonomi diprediksi bakal berkontraksi selama satu tahun penuh.
"[Kondisi ini membuat] kami tidak akan dapat menawarkan program sosial dan ekonomi yang telah dijanjikan kepada Afrika Selatan," tambah Moahloli.
Ekonomi paling maju di Afrika tersebut terjebak dalam siklus rendah terpanjang sejak 1945 dengan kepercayaan bisnis pada level terendah lebih dari dua dekade. Di saat yang sama hampir sepertiga dari angkatan kerja menganggur.
Pergerakan mereka juga terbebani oleh pasokan listrik yang tidak mencukupi dan keterlambatan reformasi ekonomi struktural karena pertengkaran politik di antara partai yang berkuasa.
Wakil Menteri Keuangan David Masondo menyebut upaya menggelontorkan lebih banyak dana ke dalam sistem ekonomi mereka tidak akan cukup dan tidak akan membuat perubahan yang berkelanjutan.
“Kita perlu bergerak dengan reformasi struktural," ujarnya.
Dengan perubahan peringkat dari Moody’s, kini Afrika Selatan telah mendapatkan peringkat “junk” dari tiga perusahaan pemeringkat terbesar. Sebelumnya pada 2017 lalu S&P Global Ratings dan Fitch Ratings memangkas peringkat Afrika Selatan menjadi sub-investasi.
Peringkat tersebut juga memaksa Afrika Selatan keluar dari Indeks Obligasi Pemerintah Dunia FTSE pada April mendatang. Ini dikhawatirkan akan mendorong modal asing keluar dan melemahkan rand lebih jauh.
Dalam kesempatan yang sama Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago mengatakan bahwa bank sentral "siap krisis" dan akan masuk jika diperlukan. Pihaknya juga mengumumkan akan membeli obligasi peemerintah setelah melihat kurangnya likuiditas di pasar.
"Kami telah memiliki alat untuk menghadapi tekanan pasar keuangan, kami tidak akan ragu untuk menggunakan alat-alat itu untuk memenuhi mandat kami yakni stabilitas keuangan,” katanya.
Lebih lanjut, Kganyago mengatakan bank tidak memiliki target untuk program pembelian obligasi dan akan menjualnya jika perlu menguras likuiditas, sebab menurutnya program tersebut bukan untuk mengincar kurva hasil, tapi untuk menambah likuiditas.